BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH
Indonesia
merupakan salah satu negara dengan penduduk beragama islam terbanyak di dunia.
Dalam sejarah tercatat bahwa islam masuk ke Indonesia dibawa oleh
pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat dan Persia. Perkembangan islam di
Indonesia juga tidak terlepas dari keberadaan Kerajaan dan Kesultanan islam
yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Sebut saja di pulau Sumatra
terdapat Kerajaan Samudra pasai, di pulau Jawa terdapat Kerajaan Demak serta
berbagai kerajaan lainnya yang tak kalah besarnya. Kerajaan Islam yang cukup banyak di
wilayah Indonesia tentu tidak berjalan dengan mudah begitu saja. Dalam proses
pendirian serta saat sudah berdiri banyak konflik, tantangan serta masalah yang
melanda kerajaan yang harus diselesaikan oleh pemimpin kerajaan yaitu raja atau
sultan. Kerajaan tersebut juga memiliki masa kejayaan atau kemajuan serta masa
kemunduran yang menyebabkan kerajaan tersebut harus runtuh.Kini
wilayah-wilayah bekas kekuasaan beberapa kerajaan-kerajaan islam telah bersatu
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai umat muslim di
Indonesia alangkah baiknya bila kita mengetahui sejarah bagaimana kerajaa-kerajaan
islam tersebut berdiri, serta akhirnya melebur dalam Negara Indonesia.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Apa latar belakang berdirinya Kerajaan dan
Kesultanan Islam di Indonesia ?
1.2.2
Apa saja kemajuan atau kejayaan yang dapat
dicapai oleh Kerajaan dan Kesultanan Islam di Indonesia ?
1.2.3
Bagaimana pengaruh Kesultanan Islam terhadap
kehidupan masyarakat Indonesia ?
1.2.4 Bagaimana keadaan Kesultanan Islam saat zaman
penjajahan Belanda dan Bagaimana
Kesultanan Islam melebur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ?
1.3
TUJUAN PENULISAN
1.3.1
Untuk mengetahui latar belakang berdirinya
berbagai Kerajaan serta Kesultanan Islam di Indonesia
1.3.2
Untuk mengetahui berbagai kemajuan atau
kejayaan yang dicapai Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia
1.3.3
Untuk mengetahui keadaan Kesultanan Islam di
Indonesia pada zaman penjajahan Belanda
1.3.4
Untuk mengetahui bagaimana Kesultanan Islam
melebur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
BAB II
ISI
2.1 Latar belakang berdirinya Kerajaan dan
Kesultanan Islam di Indonesia.
1.
Kesultanan Islam Di Sumatera
Berdasarkanbukti-bukti sejarah, Sumatera merupakan daerah
Indonesia pertama yang mendapatkan pengaruh Islam. Secara geografis, hal itu
sangat memungkinkan, karena pulau Sumatera memang terletak di wilayah bagian
Barat dari Kepulauan Indonesia. Tetapi, posisi Sumatera sebagai penerima
pertama pengaruh Islam, segera menurun ketika Malaka bangkit sebagai pusat
niaga dan dakwah Islam terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-15. Setelah
Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, maka Sumatera mulai kembali
memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di Kepulauan Indonesia.
Kesultanan Perlak (840 M – 1292 M)
Nama Perlak berasal dari nama “Kayu
Perlak”. Kayu ini sangat baik untuk dijadikan bahan pembuatan perahu/kapal,
sehingga banyak orang yang datang untuk mengambil “Kayu Perlak” tersebut. Atas
dasar itulah kemudian daerah penghasil “Kayu Perlak” ini disebut dengan “Negeri
Perlak”. Sebelum
berdirinya Kesultanan Perlak, di Negeri Perlak telah berdiri sebuah kerajaan
yang sederhana yang bernama Kerajaan Perlak.Perkembangan Perlak semakin baik
ketika Kerajaan Perlak dipimpin oleh Pangeran Salman, seorang pangeran yang
memiliki darah Kisra Persia. Keturunan dari Pangeran Salman inilah yang
kemudian menikah dengan Muhammad Ja’far Shiddiq dan akhirnya menjadi cikal
bakal dari Kesultanan Perlak.[1]
Setelah berlabuh di Bandar Perlak, Ali bin Muhammad Ja’far Shiddiq menikah dengan putri istana Perlak. Putra pertama dari pernikahan antara Ali bin Muhammad Ja’far Shiddiq inilah yang kemudian diangkat menjadi sultan pertama di Kesultanan Perlak.[2] Putra pertamanya itu bernama Syed Maulana Abdul Azis Syah dan berhasil mendirikan Kesultanan Perlak pada tahun 840 sebagai Kesultanan Islam pertama di bumi Nusantara.[3]
Kemudian Kesultanan Perlak dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Syah. Kemudian Sultan Abdul Rahim Syah digantikan oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Syah.Setelah dua tahun dari wafatnya Sultan Abbas Syah, maka dilantiklah Syed Maulana Ali Mughayat Syah sebagai sultan yang baru dari Kesultanan Perlak. Pada akhir masa pemerintah Sultan Abdul Malik Syah terjadi lagi konflik antara kaum Sunni dan kaum Syi’ah. Konflik itu terjadi selama empat tahun dan diakhiri dengan sebuah persetujuan damai dengan membagi wilayah Kesultanan Perlak menjadi dua, yaitu:
Setelah berlabuh di Bandar Perlak, Ali bin Muhammad Ja’far Shiddiq menikah dengan putri istana Perlak. Putra pertama dari pernikahan antara Ali bin Muhammad Ja’far Shiddiq inilah yang kemudian diangkat menjadi sultan pertama di Kesultanan Perlak.[2] Putra pertamanya itu bernama Syed Maulana Abdul Azis Syah dan berhasil mendirikan Kesultanan Perlak pada tahun 840 sebagai Kesultanan Islam pertama di bumi Nusantara.[3]
Kemudian Kesultanan Perlak dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Syah. Kemudian Sultan Abdul Rahim Syah digantikan oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Syah.Setelah dua tahun dari wafatnya Sultan Abbas Syah, maka dilantiklah Syed Maulana Ali Mughayat Syah sebagai sultan yang baru dari Kesultanan Perlak. Pada akhir masa pemerintah Sultan Abdul Malik Syah terjadi lagi konflik antara kaum Sunni dan kaum Syi’ah. Konflik itu terjadi selama empat tahun dan diakhiri dengan sebuah persetujuan damai dengan membagi wilayah Kesultanan Perlak menjadi dua, yaitu:
1.
Perlak bagian pesisir dikuasai oleh kaum Syi’ah. Perlak pesisir dipimpin oleh Alaiddin Syed Maulana Syah, yang berkuasa pada tahun 976-988.
Perlak bagian pesisir dikuasai oleh kaum Syi’ah. Perlak pesisir dipimpin oleh Alaiddin Syed Maulana Syah, yang berkuasa pada tahun 976-988.
2.
Perlak
bagian pedalaman dikuasai oleh kaum Sunni. Perlak Pedalaman dipimpin oleh
Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat, yang memerintah pada tahun
986-1023.
Pada
tahun 986, Kerajaan Budha Sriwijaya melakukan penyerangan terhadap Kesultanan
Perlak Pesisir. Setelah berakhirnya perang antara Kesultanan Perlak dengan
Kerajaan Budha Sriwijaya, maka selanjutnya Perlak dipimpin oleh keturunan
Sultan Malik Ibrahim Syah yang berasal dari kaum Sunni. Berikut nama-nama
Sultan yang berkuasa di Kesultanan Perlak setelah mangkatnya Sultan Malik
Ibrahim Syah :
1.
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1023-1059.
2.
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1059-1078.
3.
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun
1078-1109.
4.
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1109-1135.
5.
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1135-1160.
6.
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1160-1173.
7.
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun
1173-1200.
8.
Sultan
Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1200-1230.
9.
Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Johan berdaulat, memerintah tahun
1230-1267. Sultan Muhammad Amin Syah II memiliki dua orang putri, yaitu putri
Ratna Kamala dan putri Ganggang. Putri pertama dinikahkan dengan Sultan Malaka,
Sultan Muhammad Syah alias Parameswara dan puteri Ganggang dinikahkan dengan Sultan Samudera
Pasai, Al-Malik Al-Saleh.
10.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Azis Syah Johan Berdaulat,
memerintah tahun 1267-1292.
Sultan Malik Abdul Azis Syah adalah
sultan terakhir dari Kesultanan Perlak. Setelah dirinya wafat, Kesultanan
Perlak digabungkan dengan Kesultanan Samudera Pasai pada masa pemerintahan
Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, putra Al-Malik Al-Saleh.[4]
Kesultanan Samudera Pasai
(1267 M – 1521 M)
Kesultanan Samudera Pasai adalah
kesultanan Islam kedua di Indonesia.[5]
Setelah dewasa, Putri Betung dinikahkan dengan Merah Gajah oleh Raja Ahmad dan
Raja Muhammad. Dari perkainan itu, Putri Betung melahirkan dua orang anak
laki-laki, yaitu; Merah Silu dan Merah Hasum. Setelah
Merah Silu masuk Islam, maka ia diberi nama Sultan Al-Malik Al-Saleh. Kemudian
Sultan Al-Malik Al-Saleh menikah dengan Putri dari Kesultanan Perlak, yang
bernama Putri Ganggang. Dari pernikahannya dengan Putri Ganggang, Sultan
Al-Malik Al-Shaleh dikaruniai seorang anak laki-laki, yang diberi nama Al-Malik
Al-Zahir.
Sultan Al-Malik Al-Zahir memerintah pada tahun 1326-1349. Pada masa
pemerintahan Sultan Malik Al-Zahir, Kesultanan Samudera Pasai mengalami masa
keemasannya. Tidak hanya itu, Samudera Pasai di bawah kepemimpinan Malik
Al-Zahir juga berkembang menjadi pusat pengkajian dan pengembangan syiar Islam. Pada
masa pemerintahan Sultan Malik Al-Zahir, ia tidak hanya mampu menjadi
Kesultanan Samudera Pasai pada puncak kebesaran dan kemegahannya, tetapi juga
mampu menjadikan Kesultanan Samudera Pasai sebagai pusat pengkajian Islam
sekaligus sebagai pusat penyebaran syiar-syiar Islam. Sultan Malik Al-Zahir juga telah mengutus para
ulama untuk berdakwah di berbagai
wilayah Nusantara. Di antaranya, mengutus Maulana Malik Ibrahim dan Maulana
Ishak untuk berdakah di tanah Jawa. Dalam perkembangan berikutnya, Maulana
Malik Ibrahim berhasil menjadi seorang pendakwah ulung di Jawa dan ulama ini
lebih dikenal sebagai sesepuhnya Wali Songo. Sultan juga mengirim serombongan
juru dakwah ke Sulawesi. Juru dakwah ini dipimpin oleh Raja Abdul Jalil bin
Sultan Al Qahhar dan dibimbing oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Ali
Al-Qaisar.[6]
Menjelang akhir kepemimpinannya dan demi memenuhi rasa keadilan, Sultan Malik Al-Zahir terpaksa membagi Kesultanan Samudera Pasai pada dua orang anak laki-lakinya, yaitu Sultan Al-Malik Al-Mahmud dan Sultan Al-Malik Al-Mansur. Wilayah Samudera diberikan kepada Sultan Al-Malik Al-Mansur dan wilayah Pasai diberikan kepada Sultan Al-Malik Al-Mahmud. Setelah Sultan Al-Malik Al-Mahmud, Pasai diperintah oleh putranya yang bernama Sultan Ahmad. Posisi Kesultanan Samudera Pasai sebagai kota perdagangan dan penyebar agama Islam mulai merosot, bukan hanya diserang oleh Majapahit, tetapi juga oleh munculnya Kesultanan Malaka pada awal abad ke-15 di Semenanjung Melayu. Pada abad ke-15, Malaka tampil sebagai Kesultanan Islam terbesar di Asia Tenggara.
Menjelang akhir kepemimpinannya dan demi memenuhi rasa keadilan, Sultan Malik Al-Zahir terpaksa membagi Kesultanan Samudera Pasai pada dua orang anak laki-lakinya, yaitu Sultan Al-Malik Al-Mahmud dan Sultan Al-Malik Al-Mansur. Wilayah Samudera diberikan kepada Sultan Al-Malik Al-Mansur dan wilayah Pasai diberikan kepada Sultan Al-Malik Al-Mahmud. Setelah Sultan Al-Malik Al-Mahmud, Pasai diperintah oleh putranya yang bernama Sultan Ahmad. Posisi Kesultanan Samudera Pasai sebagai kota perdagangan dan penyebar agama Islam mulai merosot, bukan hanya diserang oleh Majapahit, tetapi juga oleh munculnya Kesultanan Malaka pada awal abad ke-15 di Semenanjung Melayu. Pada abad ke-15, Malaka tampil sebagai Kesultanan Islam terbesar di Asia Tenggara.
Kesultanan Aceh Darussalam (1496 M – 1903 M)
Menurut Hikayat Aceh, pendiri
Kesultanan Aceh Darussalam adalah Sultan Muzaffar Syah (1465-1497).[7]
Setelah Muzaffar Syah, Kesultanan Aceh Darussalam kemudian diperintah oleh
Sultan Ali Mugayat Syah. Setelah memerintah sepuluh tahun, pada tahun 1530
Sultan Ali Mugayat Syah wafat, maka posisinya sebagai Sultan Aceh Darussalam
digantikan oleh anaknya, Salahuddin (1530-1537). Pada
pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah, Kesultanan Aceh Darussalam semakin
luas sampai di Bengkulu di Pantai Barat, seluruh Pantai Sumatera Timur, dan
Tanah Batak di pedalaman. Sultan Al-Qahhar digantikan oleh putranya Sultan
Husin dengan gelar Sultan Ali Riayat Syah (1571-1579). Kesultanan Aceh kembali stabil setelah kekuasaan
dipegang oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Sayid Al Mukammal (1589-1604). Sultan
Alauddin Riayat Syah wafat pada tahun 1607, maka posisinya digantikan oleh
putranya, Sultan Muda. Karena tidak pandai memerintah, maka posisi Sultan Ali
Riayat Syah digantikan oleh keponakannya, Sultan Iskandar Muda yang memerintah
antara 1607-1636.[8]
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya. Pada masa jayanya, Kesultanan Aceh menjadi Negara Islam yang paling kuat di Nusantara bagian Barat. Setelah menguasai berbagai wilayah, baik di Sumatera maupun di Semenanjung Melayu, maka perhatian Sultan Iskandar Muda segera difokuskan pada Portugis yang berkedudukan di Malaka. Sayangnya, Sultan Iskandar Muda tidak berhasil menguasai Malaka dari tangan Portugis.[9]
Berhasilnya Sultan Iskandar Muda dalam mengembangkan Kesultanan Aceh sampai pada masa kejayaannya tidak dapat dilepaskan dari kemampuannya dalam membangun angkatan perangnya. Kesultanan Aceh memiliki armada yang besar dan didukung oleh kapal-kapal yang tangguh. Setelah Sultan Iskandar muda wafat, ia mendapat gelar Marhum Mangkuta Alam. Sebagai pengganti Sultan Iskandar Muda, maka Sultan Iskandar Tsani (1636-1641). Karena tidak memiliki keturunan, maka setelah Sultan Iskandar Tsani wafat, jabatannya sebagai Sultan diambil alih oleh istrinya, Sofiatuddin Tajul Alam (1641-1675), putri Sultan Iskandar muda. Setelah Sofiatuddin Tajul Alam wafat, jabatannya dilanjutkan oleh Inayat Syah (1678-1688), dan terakhir Sulthonah Kamalat Syah (1688-1699). Pada tahun1699, keluar fatwa dari Makkah, bahwa secara syariat wanita dilarang memimpin suatu Negara.[10] Setelah keluarnya fatwa tersebut, maka sultan-sultan yang memimpin Kesultanan Aceh Darussalam adalah sultan-sultan dari keturunan Arab. Mereka itu adalah Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin (1699-1702), Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1793), Sultan Jamalul Alam (1703-1726). Sultan Mahmud Syah akhirnya meninggal di pengungsian karena sakit. Sebagai penggantinya, maka rakyat Aceh mengangkat sultan yang baru, yaitu Sultan Muhammad Daud Syah. Ia meninggal dalam pembuangan pada tahun 1939. Sultan Muhammad Daud Syah adalah sultan terakhir dari Kesultanan Aceh.[11]
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya. Pada masa jayanya, Kesultanan Aceh menjadi Negara Islam yang paling kuat di Nusantara bagian Barat. Setelah menguasai berbagai wilayah, baik di Sumatera maupun di Semenanjung Melayu, maka perhatian Sultan Iskandar Muda segera difokuskan pada Portugis yang berkedudukan di Malaka. Sayangnya, Sultan Iskandar Muda tidak berhasil menguasai Malaka dari tangan Portugis.[9]
Berhasilnya Sultan Iskandar Muda dalam mengembangkan Kesultanan Aceh sampai pada masa kejayaannya tidak dapat dilepaskan dari kemampuannya dalam membangun angkatan perangnya. Kesultanan Aceh memiliki armada yang besar dan didukung oleh kapal-kapal yang tangguh. Setelah Sultan Iskandar muda wafat, ia mendapat gelar Marhum Mangkuta Alam. Sebagai pengganti Sultan Iskandar Muda, maka Sultan Iskandar Tsani (1636-1641). Karena tidak memiliki keturunan, maka setelah Sultan Iskandar Tsani wafat, jabatannya sebagai Sultan diambil alih oleh istrinya, Sofiatuddin Tajul Alam (1641-1675), putri Sultan Iskandar muda. Setelah Sofiatuddin Tajul Alam wafat, jabatannya dilanjutkan oleh Inayat Syah (1678-1688), dan terakhir Sulthonah Kamalat Syah (1688-1699). Pada tahun1699, keluar fatwa dari Makkah, bahwa secara syariat wanita dilarang memimpin suatu Negara.[10] Setelah keluarnya fatwa tersebut, maka sultan-sultan yang memimpin Kesultanan Aceh Darussalam adalah sultan-sultan dari keturunan Arab. Mereka itu adalah Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin (1699-1702), Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1793), Sultan Jamalul Alam (1703-1726). Sultan Mahmud Syah akhirnya meninggal di pengungsian karena sakit. Sebagai penggantinya, maka rakyat Aceh mengangkat sultan yang baru, yaitu Sultan Muhammad Daud Syah. Ia meninggal dalam pembuangan pada tahun 1939. Sultan Muhammad Daud Syah adalah sultan terakhir dari Kesultanan Aceh.[11]
Kesultanan Palembang (1550 M – 1823 M)
Pada awalnya Palembang merupakan
pusat Kerajaan Budha Sriwijaya. Kesultanan Palembang, ketika dilindungi oleh
Majapahit sudah dipimpin oleh seorang sultan yang beragama Islam, yaitu Ario
Damar (1455-1486). Ario Damar digantikan oleh Raden Suhun dan Pangeran
Surodirejo. Setelah runtuhnya Majapahit, Kesultanan Palembang dipimpin oleh
para bangsawan dari Demak dan Pajang. Mereka adalah Pangeran Sedo Ing Lautan
(1547-1552), Kyai Gedeh Ing Suro Tuo (1552-1573), Kyai Gedeh Ing Suro Mudo
(1573-1590), dan Kyai Mas Adipati (1590-1595). Para penguasa Kesultanan
Palembang yang memerintah atas nama Mataram adalah Pangeran Madi Ing Angsoko
(1595-1630), Pangeran Madi Alit (1630-1633), Pangeran Sedo Ing Puro (1633-1639)[12] ,
Pangeran Sedo Ing Pesarean (1651-1652), dan Pangeran Sedo Ing Rajek (1652-1659).
Ketika Kesultanan Mataram dipimpin oleh Amangkurat I (1645-1677), hubungan
antara Mataram dengan Palembang terputus dan Kesultanan Palembang mulai berdiri
sendiri di bawah pimpinan Kyai Mas Endi Pangeran Ario Kusumo, adik Pangeran
Sedo Ing Rajek. Setelah
Sultan Susuhan Abdurrahman wafat, ia digantikan oleh putranya, Pangeran Jayo
Ing Lago. Sepeninggal Sultan Muhammad, terjadi konflik istana di Kesultanan
Palembang dan kemudian Raden Lumbu berhasil naik menjadi Sultan Palembang.
Raden Lumbu digantikan oleh putranya, Pangeran Adi Kesumo (1758-1776). Ia
digantikan oleh putra sulungnya, Muhammad Baha’uddin (1776-1803). Setelah
Sultan Muhammad Baha’uddin wafat, maka jabatannya sebagai Sultan Palembang
digantikan oleh Raden Muhammad Hasan.
Kesultanan Siak Sri Indrapura (1723 M – 1945 M)
Kesultanan Siak Sri Indrapura didirikan di
Buantan[13]
oleh Raja Kecik pada tahun 1723. Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah meninggalkan
Johor dan pergi ke Bintan dan terus ke Bengkalis, hingga akhirnya sampai di
pedalaman Sungai Siak, tepatnya di daerah Buantan. Sultan Abdul Jalil Rahmat
Syah kemudian diangkat sebagai Sultan Siak.[14]
Sultan ini memerintah pada tahun 1723-1746. Setelah Sultan Abdul Jalil Rahmat
Syah wafat, jabatannya digantikan oleh putranya, yaitu Sultan Abdul Jalil
Rahmat Syah II, yang memerintah pada tahun 1746-1765.[15]
Pada tahun 1746, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah sebagai pendiri Kesultanan Siak wafat dan jabatannya sebagai Sultan Siak digantikan oleh Sultan Mohammad Abdul Jalil Jalaluddin Syah. Sultan ini hanya memerintah selama satu tahun dan kemudian jabatannya digantikan oleh Sultan Abdul Jalil Alimuddin Syah. Sultan ini memerintah pada tahun 1766-1780. Setelah Sultan Alimuddin Syah wafat, Kesultanan Siak dipimpin oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah, yang memerintah pada tahun 1780-1782. Setelah itu, jabatan Sultan Siak dipegang oleh Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah, yang memerintah pada tahun 1782-1784.[16]
Pada tahun 1746, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah sebagai pendiri Kesultanan Siak wafat dan jabatannya sebagai Sultan Siak digantikan oleh Sultan Mohammad Abdul Jalil Jalaluddin Syah. Sultan ini hanya memerintah selama satu tahun dan kemudian jabatannya digantikan oleh Sultan Abdul Jalil Alimuddin Syah. Sultan ini memerintah pada tahun 1766-1780. Setelah Sultan Alimuddin Syah wafat, Kesultanan Siak dipimpin oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah, yang memerintah pada tahun 1780-1782. Setelah itu, jabatan Sultan Siak dipegang oleh Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah, yang memerintah pada tahun 1782-1784.[16]
Kesultanan Siak mengalami masa
keemasannya, ketika dipimpin oleh anak Sayid Usman, yang memerintah pada tahun
1784-1811. Sultan Siak yang terakhir adalah Sultan As-Sayid Syarif Qasim II,
yang memerintah pada tahun 1908-1946. Sultan As-Sayid Syarif Qasim II memiliki
jasa yang besar dalam bidang pendidikan.
2.
Kesultanan Islam di Jawa
Kesultanan
Islam pertama di pulau Jawa adalah Kesultanan Demak. Kesultanan Demak didirikan
oleh Raden Patah pada tahun 1478. Raden patah adalah seorang anak dari istri
Prabu Brawijaya V, seorang muslimah
keturunan Cina yang dihadiahkan kepada Ario Damar sebagai adipati Palembang. Raden Patah dibesarkan di
Palembang.[17]
Sebelum didirikan Kesultanan Demak, di Jawa telah ada beberapa kota yang menjadi bandar niaga Islam yaitu Jepara, Gresik dan Tuban namun masih dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, Prabu Brawijaya mewariskan wilayah Demak kepada Raden Patah hingga akhirnya berdirilah Kesultanan Demak.[18]
Berdirinya Kesultanan Demak juga tidak terlepas dari pengaruh Walisongo. Karena Sunan Ampel yang memerintahkan Raden Patah menjadi Sultan pertama di Demak dan sekaligus memberinya gelar Senapati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Gama.[19]
Kesultanan Demak sendiri dibawah pimpinan Sultan ketiga mereka yaitu Sultan Trenggono berhasil menjadi pusat penyebaran dan pengembangan Islam di Jawa.
Sebelum didirikan Kesultanan Demak, di Jawa telah ada beberapa kota yang menjadi bandar niaga Islam yaitu Jepara, Gresik dan Tuban namun masih dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, Prabu Brawijaya mewariskan wilayah Demak kepada Raden Patah hingga akhirnya berdirilah Kesultanan Demak.[18]
Berdirinya Kesultanan Demak juga tidak terlepas dari pengaruh Walisongo. Karena Sunan Ampel yang memerintahkan Raden Patah menjadi Sultan pertama di Demak dan sekaligus memberinya gelar Senapati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Gama.[19]
Kesultanan Demak sendiri dibawah pimpinan Sultan ketiga mereka yaitu Sultan Trenggono berhasil menjadi pusat penyebaran dan pengembangan Islam di Jawa.
3.
Kesultanan Islam di Banten
Banten merupakan wilayah di sebelah
barat pulau Jawa dan terdapat Kesultanan Islam disana yaitu Kesultanan Banten.
Kesultanan Banten didirikan oleh Fatahillah pada tahun 1525. Fatahillah merupakan
seorang ulama terkenal dari Pasai yang meninggalkan wilayahnya karena telah
dikuasai portugis. Ia
memutuskan pergi ke Kerajaan Demak dan akhirnya menikah dengan adik dari Sultan
Demak yaitu Sultan Trenggono dan ia diberi tugas menyebarkan islam di Jawa
Barat dan pada tahun 1527 ia berhasil merebut pelabuhan sunda kelapa dari
tangan Portugis dan menyebarkan islam disana. Fatahillah
meninggal pada tahun 1570 di Cirebon pada usia 80 tahun sehinggakekuasaannya
digantikan anaknya yakni Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin akhinya berhasil
mengembangkan usaha penyebaran islam hingga ke Lampung dan sekitarnya[20]
4. Kesultanan Islam Di Maluku
Maluku
adalah daerah yang dikenal dengan julukan Negeri Seribu Pulau. Pada sekitar
abad ke 13, di Maluku sudah muncul beberapa kolano (kerajaan) yang
memiliki peranan penting dalam bidang perdagangan. Pada awalnya yang disebut
dengan kerajaan Maluku adalah Ternate, Tidore, Makian, dan Moti. Secara
keseluruhan mereka disebut dengan “Moloku Kie Raha”, artinya “persatuan
empat kolano”.Sesudah perjanjian Moti abad ke-14,Kolano Makian pindah ke Bacan
dan Kolano Moti pindah ke Jailolo.[21]
Para penguasa “Moluku Kie Raha” adalah keturunanJa’far Shadiq, ditengarai sebagai cucu Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. Ja’far Shadiq sampai di Maluku pada tahun 643 H/1250 Masehi dan menikahi seorang putri “Moloku Kie Raha” yang bernama Nur Sifa. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai empat orang putra dan empat orang putri[22]. Empat putra Ja’far Shadiq inilah yang menjadi kolano pertama yang ada di kawasan Maluku, yang adalah sebagai berikut:
Para penguasa “Moluku Kie Raha” adalah keturunanJa’far Shadiq, ditengarai sebagai cucu Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. Ja’far Shadiq sampai di Maluku pada tahun 643 H/1250 Masehi dan menikahi seorang putri “Moloku Kie Raha” yang bernama Nur Sifa. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai empat orang putra dan empat orang putri[22]. Empat putra Ja’far Shadiq inilah yang menjadi kolano pertama yang ada di kawasan Maluku, yang adalah sebagai berikut:
1.
Kaicil
Buka (kolano Bacan)
2.
Darajati
(kolano Jailolo)
3.
Sahajati
(kolano Tidore)
4.
Masyhur
Malamo (kolano Ternate)
Dalam
sejarah Maluku, Kolano Ternate dan Tidore yang banyak mendominasi sejarah
kawasan Sulawesi. Jailolo dan Bacan kurang memainkan peranan penting dalam
sejarah “Moluku Kie Raha”.
Kesultanan
Ternate (1465)
Masyhur
Malamo adalah raja Ternate pertam yang memerintah.Masyhur Malamo sendiri
merupakan anak bungsu dari keturunan Ja’far Shiddiq dan putri Nur Sifa.[23]
Sepeninggalan Masyhur Malamo Ternate dipimpin oleh:
1.
Kaicil
Yamin (1272-1284)
2.
Kaicil
Siale (1284-1298)
3.
Kamalu
(1298-1304)
4.
Kaicil
Ngara Lamo (1304-1317)
5.
Patsyaranya
Malamo(1317-1322)
6.
Sida
Arif Malamo (1317-1331)
7.
Tulu
Malamo
8.
Bayanullah
(1350-1375)
9.
Marhum
(1465-1486)
10.
Zainal
Abidin (1486-1500)
11.
Bayanullah
(1500-1522)
12.
Deyalo(1528-1529)
13.
Boheyat
14.
Tabariji
15.
Khairun
Jamil(1535-1570)
16.
Baabullah(1570-1583)
Pada
masa Sida Arif Malamo banyak kemajuan yang didapat. Ternate mulai berkembang
sebagai bandar niaga yang didatangi oleh berbagai pedagang dari
Makassar,Jawa,Melayu,Cina,Gujarat,dan Arab. Para pedagan ini mulai menetap dan
membuka pos-pos perdagangan di Ternate. Sebagai penguasa Sida Arif
Malamomemberikan fasilitas bagi para pedagang, maka tak heran bila Ternate
dalam waktu singkat dapat menjadi kota dagang dengan fasilitas yang baik. Sida Arif Malamo membuat pasar menadi
tempat pertemuan antar pedagang dan rakyat Ternate, ia juga menjadi penguasa
yang bergaul secra luwes dengan para pedagang asing. Maka tak heran bila
terjadi kecemburuan sosial dikalangan rakyat Kolano yang ada di Maluku lainnya
terutama Tidore dan Bacan. Mereka yang mengalami cemburu sosial melakukan
aksikejahatan dan meresahkan seperti perampokan,pengahadangan,bentrok antar
rakyat Tidore dan Bacan dengan rakyat Ternate dan nyaris tak dapat
dikendalikan.[24]
Sebagai pemimpin yang bijaksan dan memiliki sikap berpikiran maju, Sida Arif Malamomengambil langkah yang tepat untuk membuat perjamuan atau undangan untuk para kolano Tidore,Jailolo dan Bacan di Moti.agenda pertemuannya adalah membahas upaya perdamaian dan peredam ketegangan yang terjadi. Suasana “Moluku Kie Raha” selama 20 tahun pun berjalan dengan damai dan aman. Keadaan berubah kembali pada masa Tulu Malamo naik tahta,ia secara sepihak membatalkan pertemuan Moti. Ia melakukan kepemimpinan ekspansionisme dan menyerbu sebuah pulau yang kaya akan cengkeh yaitu Makian.setelah itu ia digantikan oleh Bayanullah dan Marhum. Marhum adalah kolano Ternate yang pertama memeluk Islam.ia mendapat seruan dakwah dari seseorang pedagang asal Minangkabau yaitu,Datu Maulana Husein, yang meupakan murid Sunan Giri.[25] Keahliannya dalam hal agama, membaca ayat-ayat Al-Quran dan keindahan kaligrafinya telah menjadi saran islamisasi di kawasan Ternate dan sekitarnya. Kolano Marhum wafat dan dimakamkan menurut syariat islam dan itu adalah pertama kalinya seorang kolano ternate pertama yang di makamkan secara syariat islam. Lalu tampuk kerajaan dipegang oleh anaknya, Sultan Zainal Abidin. Mulai saat ini gelar kolano digantikan oleh gelar Sultan. Sultan Zainal Abidin membuat beberapa perubahan anatara lain menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan dan sejak itu menjadi kesultanan, ia juga membentuk lembaga kesultanan yang baru, yaitu Jolebe atau Bobato Akhirat. Tugas jolebe adalah membantu Sultan dalam masalah keagamaan. Dan yang terakhir Sultan Zainal Abidin juga menempatkan seorang sultan sebagai Pembina agama islam yang membawahi jobele. Perubahan ini pun diikuti oleh kesultanan-kesultanan “Moloku Kie Raha” lainnya.[26] Untuk memperdalam ajaran islam, Sultan Zainal Abidin pergi berguru ke Sunan Giri di Jawa. Seakan belum puas akan pembelajarannya bersama Sunan Giri,ia memutuskan untuk pergi ke Malaka untuk melanjutkan pembelajarannya. Ia kembali ke Ternate dan membawa beberapa ulama untuk mengajar agama islam di Ternate. Setelah wafatnya Sultan Zainal Abidin, Sultan Bayanullah menggatikan posisinya sebagai Sultan Ternate. Sebagai Sultan yang baru, ia menetapkan sejumlah sejumlah peraturan baru yang islami, seperti pembatasan poligami larangan kumpul kebo, pergundikan dan lain sebagainya. Dengan berbagai kebijakan ini, Sultan Bayanullah berhasil mengembangkan Islam di wilayah Kesultanan Ternate. Portugis mulai masuk ke Ternate pada tahun 1512 dibawah kepemimpinan Sultan Bayanullah. Mereka dengan liciknya membuat strategi agar bisa memonopoli politik di Ternate. Hingga terjadi bebererapa kericuhan yang menelan korban dari pihak kerjaan Ternate, seperti diracunnya salah satu Sultan Ternate yang dalam pandangan rakyat merupakan sultan yang berwibawa,baik,dan tenang yaitu Sultan Khairun. Jasad beliau dipotong-potong dan dibuang ke laut oleh penjajah Portugis setelah di ingkarinya suatu perjanjian oleh bangsa Portugis.[27] Sultan Baabullah sebagai putra sultan Khairun kemudian segera dilantik menggantikan ayahnya menjadi Sultan Ternate.saat dilantik,ia menyentakan pedang ayahnya dan menyatakan perang melawan Portugis dan mengusir Portugis dari tanah Ternate.Sultan Baabullah juga menyerang dan mengepung benteng-benteng yang dikuasai oleh Portugis dan akhirnya dapat memukul mundur Portugis dari Ternate.
Sebagai pemimpin yang bijaksan dan memiliki sikap berpikiran maju, Sida Arif Malamomengambil langkah yang tepat untuk membuat perjamuan atau undangan untuk para kolano Tidore,Jailolo dan Bacan di Moti.agenda pertemuannya adalah membahas upaya perdamaian dan peredam ketegangan yang terjadi. Suasana “Moluku Kie Raha” selama 20 tahun pun berjalan dengan damai dan aman. Keadaan berubah kembali pada masa Tulu Malamo naik tahta,ia secara sepihak membatalkan pertemuan Moti. Ia melakukan kepemimpinan ekspansionisme dan menyerbu sebuah pulau yang kaya akan cengkeh yaitu Makian.setelah itu ia digantikan oleh Bayanullah dan Marhum. Marhum adalah kolano Ternate yang pertama memeluk Islam.ia mendapat seruan dakwah dari seseorang pedagang asal Minangkabau yaitu,Datu Maulana Husein, yang meupakan murid Sunan Giri.[25] Keahliannya dalam hal agama, membaca ayat-ayat Al-Quran dan keindahan kaligrafinya telah menjadi saran islamisasi di kawasan Ternate dan sekitarnya. Kolano Marhum wafat dan dimakamkan menurut syariat islam dan itu adalah pertama kalinya seorang kolano ternate pertama yang di makamkan secara syariat islam. Lalu tampuk kerajaan dipegang oleh anaknya, Sultan Zainal Abidin. Mulai saat ini gelar kolano digantikan oleh gelar Sultan. Sultan Zainal Abidin membuat beberapa perubahan anatara lain menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan dan sejak itu menjadi kesultanan, ia juga membentuk lembaga kesultanan yang baru, yaitu Jolebe atau Bobato Akhirat. Tugas jolebe adalah membantu Sultan dalam masalah keagamaan. Dan yang terakhir Sultan Zainal Abidin juga menempatkan seorang sultan sebagai Pembina agama islam yang membawahi jobele. Perubahan ini pun diikuti oleh kesultanan-kesultanan “Moloku Kie Raha” lainnya.[26] Untuk memperdalam ajaran islam, Sultan Zainal Abidin pergi berguru ke Sunan Giri di Jawa. Seakan belum puas akan pembelajarannya bersama Sunan Giri,ia memutuskan untuk pergi ke Malaka untuk melanjutkan pembelajarannya. Ia kembali ke Ternate dan membawa beberapa ulama untuk mengajar agama islam di Ternate. Setelah wafatnya Sultan Zainal Abidin, Sultan Bayanullah menggatikan posisinya sebagai Sultan Ternate. Sebagai Sultan yang baru, ia menetapkan sejumlah sejumlah peraturan baru yang islami, seperti pembatasan poligami larangan kumpul kebo, pergundikan dan lain sebagainya. Dengan berbagai kebijakan ini, Sultan Bayanullah berhasil mengembangkan Islam di wilayah Kesultanan Ternate. Portugis mulai masuk ke Ternate pada tahun 1512 dibawah kepemimpinan Sultan Bayanullah. Mereka dengan liciknya membuat strategi agar bisa memonopoli politik di Ternate. Hingga terjadi bebererapa kericuhan yang menelan korban dari pihak kerjaan Ternate, seperti diracunnya salah satu Sultan Ternate yang dalam pandangan rakyat merupakan sultan yang berwibawa,baik,dan tenang yaitu Sultan Khairun. Jasad beliau dipotong-potong dan dibuang ke laut oleh penjajah Portugis setelah di ingkarinya suatu perjanjian oleh bangsa Portugis.[27] Sultan Baabullah sebagai putra sultan Khairun kemudian segera dilantik menggantikan ayahnya menjadi Sultan Ternate.saat dilantik,ia menyentakan pedang ayahnya dan menyatakan perang melawan Portugis dan mengusir Portugis dari tanah Ternate.Sultan Baabullah juga menyerang dan mengepung benteng-benteng yang dikuasai oleh Portugis dan akhirnya dapat memukul mundur Portugis dari Ternate.
Dibawah
kepemimpinan Sultan Baabullah, Ternate mendapatkan puncak kejayaannya. Ia dapat
menaklukan banyak daerah dan negeri-negeri sepanjang pantai Sulawesi Timur.
Bahkan Kesultanan Ternate sampai di Kepulauan Sulu, Filipina. Karena
keberhasilannya menaklukan banyak pulau, maka Sultan Baabullah diberi gelar
“Penguasa 72 Pulau”. Sultan Baabullah wafat ketika ia dijebak dan dibunuh
secara kejam oleh Portugis, saat ia menanti kabar tetntang pembunuh ayahnya,
Sultan Khairun.[28] Dalam
sejarah Nusantara pada abad ke 16 kepemimpinan Sultan Khairun dan Sultan
Baabullah dapat disejajakan dengan kepemimpinan Sultan Trenggono dari
Kesultanan Demak, Fatahilah dari Kesultanan Banten, dan pemimpin-pemimpin ulung
yang lain dari berbagai Kesultanan Nusantara.
Kesultanan
Tidore (1495)
Berdasarkan silsilah Kerajaan Maluku
Utara, raja Tidore yang pertama Sahajati adalah saudara Masyhur Malamo. Raja
Ciriliyati adalah raja Tidore yang pertama masuk islam, setelah mendapat seruan
dakwah dari seorang mubaligh Arab yang bernama Syaikh Mansur. Ia diberi gelar
Sultan Jamaluddin. Setelah Sultan Jamaluddin wafat digantikan oleh putra
sulungnya yaitu Sultan Mansur. Pada tahun 1521
Sultan Mansur menerima kedatangan Spanyol dengan senang Hati, Spanyol juga
membawa beberapa buah tangan untuk Sultan Mansur. Bahkan ia mengizinkan mereka
untuk menggelar barang dagangan di pasar. Bahkan, diizinkan perdagangan secara
barter yang memonopoli perdagangan di Tidore.Dengan cepat cengkeh-cengkeh di
Tidore habis tak bersisa sehingga harus mencari di tempat lain seperti
Moti,Makian, dan Bacan.Keistimewaan ini ditanggapi dengan
protes dari pihak Portugis dan mereka akhirnya melakukan penyerangan terhadap
kerajaan Tidore yang bertujuan untuk merebut Tidore dari pengaruh
Spanyol.Tidore sempat jatuh ke tangan Portugis namun, dapat direbut
kembali.Sultan Mansur wafat pada tahun 1526 dan digantikan oleh putra
bungsunya, Amiruddin Iskandar Zulkarnain yang dibantu oleh seorang mangkubumi
yang bernama Kaicil Rade, ia sangat disegani Portugis dan Spanyol.[29]Pada
masa pemerintahannya terjadi beberapa kali peperangan dengan Portugis dan
Ternate. Peperangan ini terjadi karena Sultan Amiruddin melindungi Sultan
Deyalo, Sultan Ternate dilengserkan oleh Portugis. Perang dapat diselesaikan
melalui sebuah perjanjian damai yang isinya adalah menghapuskan monopoli
perdagangan rempah-rempah oleh Portugis dan Portugis harus keluar dari wilayah
mereka. setelah terciptanya perdamaian, kerajaan Bacan dan Jailolo juga membuat
perjanjian damai dengan Portugis. Sultan
Amiruddin wafat pada tahun 1547 dan digantikan dengan Sultan Kie Mansur,
Iskandar Sani, dan Gapi Baguna setelah itu Sultan Saifuddin dilatik menjadi
Sultan Tidore selama 32 tahun pemerintahannya ia dikenal sebagai pemimpin yang
tenang dalam berfikir dan bertindak. Ia juga membangun kembali Maluku
berdasarkan empat pilar kekuasaan, yaitu Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo. Dan
banyak upaya perdamaian dengan pihak-pihak lainnya. Dalam kurun waktu hampir
srratus tahun setelah wafatnya Sultan Saifuddin, Tidore belum memiliki sultan
yang setara dengan Sultan Saifuddin. Pergolakan demi pergolakan pun terjadi.
Hingga pada saat Sultan Jamaluddin berkuasa telah terjadi tuduhan kepadanya dan
akhirnya ia beserta keluarganya ditangkap oleh Belanda lalu dibuang ke Batavia
dan kemudian ke Sri Langka. Belanda pun ikut campur
dalam pemilihan pemimpin kesultanan Tidore selanjutnya, mereka mengangkat Patra
Alam sebagai Sultan Tidore yang baru, padahal yang berhak untuk menggantikan
Sultan Jamaluddin adalah Kaicil Nuku.pada saat itu Kaicil Nuku meninggalkan
Tidore, ia mendirikan pusat perlawanan terhadap Belanda diantara Patani dan
Weda. Kepada para pembantunya, Kaicil Nuku menginstruksikan akan membangun
komunikasi dengan Spanyol dan Inggris yang ada di perairan Maluku.Patra Alam digantikan oleh Sultan
Kamaluddin, setelah Patra Alam diserbu istananya oleh rakyat Tidore. Pada masa
kepemimpinan Sultan Kamaluddin bisa dianggap sebagai masa pemerintahan yang
paling buruk karena ia merupakan sultan yang suka berjudi. Sultan Nuku mengerahkan
armadanya dengan kekuatan 79 kapal menuju Tidore, dan Tidore pun berhasil
direbutnya pada tanggal 12 April 1797. [30]
Pada masa pemerintahan Sultan Nuku,
Tidore mencapai masa kejayaannya, yang mana wilayah yang dikuasai sampai ke
Papua bagian barat, Kepulauan Raja Ampat, Seram bagian timur, Kepulauan Kei,
Kepulauan Aru bahkan sampai di Kepulauan Pasifik. Sultan Nuku berhasil
menghidupkan kembali kebesaran Kesultanan Tidore dengan menguasai seluruh
wilayah Tidore seutuhnya. Sultan Nuku juga berhasil menghidupkan kembali
Kesultanan Jailolo yang telah mati dalam waktu yang cukup lama. Selanjutnya ia
dapat menciptakan persekutuan tiga kesutanan di Maluku yaitu, Tidore, Bacan,
Jailolo.
Setelah Sultan Nuku wafat, sultan-sultan setelahnya sering terlibat dalam konflik meributkan tahta dan jabatan sebagi Sultan Tidore, ini diperparah dengan adanya campur tangan Belanda dalam setiap alih kepemimpinan di Tidore.[31]
Setelah Sultan Nuku wafat, sultan-sultan setelahnya sering terlibat dalam konflik meributkan tahta dan jabatan sebagi Sultan Tidore, ini diperparah dengan adanya campur tangan Belanda dalam setiap alih kepemimpinan di Tidore.[31]
Kesultanan Jailolo ( sebelum 1521)
Darajati adalah kolano pertama yang berkuasa di Jailolo. Ia merupakan
saudara dari para penguasa pertama Tidore dan Ternate. Setelahnya secara
berturut-turut Fataruba,Tarakabun,Nyiru,Yusuf,Dias, Bentari, Sagi, Dan Sultan
Hasanuddin yang menjadi kolano berikutnyan. Dulunya
Jailolo sering menjadi daerah taklukan Ternate sebelum menjadi sebuah
kesultanan. Sultan Hasanuddin lah kolano pertama yang memeluk agama islam, setelah
mendapat seruan dakwah dari para pedagang Melayu. Beberapa kebijakan yang
dibuat Sultan Hasanuddin dalam masa kekuasaannya sangat membantu penyebaran
islam di Jailolo, diantaranya kebijakan yang mewajibkan bagi para pemegang
jabatan di Jailolo wajib memeluk agama islam, dan lain hal sebagainya. Dengan
kebijakan ini Sultan Hasanuddin dapat menyebarkan agama islam bahkan sampai ke
suku pedalaman Alifuru. Sultan
Yusuf atau anak dari Sultan Zainal Abidin Syah naik tahta menjadi sultan
Jailolo pada tahun 1527 dan mengangkat
Katarabumi sebagai Mangkubumi. Ia berhasil membebaskan Jailolo dari tekanan
Ternate,namun pada tahun 1551 Portugis berhasil menaklukan Jailolo dan
Katarabumi pun meninggal setelah pergi meninggalkan istana dan
meminum racun.
Bertahun-tahun Jailolo
terombang-ambing tanpa pemimpin yang kuat. Hingga Sultan Saifuddin dilantik
pada tahun 1657 ia bertekad untuk menghidupkan kembali Kesultanan Jailolo
sebagai salah satu pilar dari empat pilar Moloku Kie Raha.[32]
Akan tetapi, sayangnya ide itu tak dapat terwujud semasa hidupnya, ide tersebut
dapat terwujud ketika Sultan Nuku sebagai Sultan dari Tidore naik tahta dan
mewujudkan gagasan ide Sultan Saifuddin. Ia mengangkat Sultan Muhammad Arif
Billah sebagai Sultan Jailolo berikutnya. Sayanganya, setelah Sultan Nuku
wafata pada tahun 1805, takada satupun yang dapat melanjutkan kekuasaan sebaik
Sultan Nuku. Sehingga kawasan Maluku, Kesultanan Jailolo kembali lemah dan
berada di bawah hegemoni Belanda.[33]
Kesultanan Bacan (1521)
Berdasarkan hikayat Bacan, Kaicil Buka alias Said Muhammad Baqir
adalah kolano Bacan yang pertama, dan saudara dari para pendiri
kerajaaan Moloku Kie Raha yang lain.pada awalnya pusat pemerintahan
Bacan berada di puncak Gunung Makian. Setelah terjadi pertemuan Moti yang
diadakan oleh Sultan Ternate, Sida Arif Malamo, pusat pemerintahan pun
dipindahkan ke daerah Bacan. Ketika
Tulu Malamo, Sultan Ternate berikutnya melanggar secara sepihak perjanjian
tersebut dan menguasai Pulau Makian, Sida Hasan yang bekerjasama dengan kolano
Tidore berhasil merebut kembali pulau tersebut dan beberapa desa di sekitar
Pulau Bacan dari tangan Ternate.
Pada tahun 1521 Sultan Zainal Abidin menjadi sultan Bacan yang pertama memeluk agama islam, ia digantikan oleh putra sulungnya yaitu Kaicil Bolatu sebagai Sultan Bacan setelah kewafatannya. Setelah itu secara berturut-turut Sultan Alauddin I, Sultan Muhammad Ali, dan Sultan Alauddin II. Pada masa Sultan Alauddin II, Ternate mengembalikan seluruh Pulau Makian kepada Bacan, ia mempercayakan adiknya Kaicil Musa menjalankan pemerintahan disana. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin II, ia sempat membuat suatu keputusan yang menghebohkan dengan menjual Pulau Obi kepada Belanda seharga 800 ringgit. Setelah ia wafat, Kaicil Musa yang memegang tampuk kepemimpinan Bacan dan mengangkat kaicil Tojimlila sebagai pemimpin Makian. Dan berturut-turut setelahnya Sultan Kaicil Kie sebagai sultan Bacan dan Kaicil Lewan sebagai pemimpin terakhir di Makian setelahnya, karena pada akhirnya Makian diserahkan kepada Ternate. Dalam sumber lain menyebutkan bahwa setelah Sultan Alauddin II wafat yang menjadi sultan di Bacan adalah Sultan Musom, kakak dari Sultan Alauddin II. Setelah itu, Kesultanan Bacan dipimpin oleh Sultan Mansur, ia dipandang seorang sultan yang cerdas dan memiliki kekuatan fisik yang bagus, ia juga memiliki keterampilan membuat perhisan emas dan perak. Ia juga mengajarkan para rakyatnya untuk tidak bermalas-malasan. Sultan Musom yang merupakan adik dari Sultan Mansur, dilantik menjadi sultan Bacan berikutnya. dibawah kekuasaannya ia dapat menaklukan beberapa daerah baru, diantaranya Gane, Saketa,Obi,Foya, dan Mafa.Seperti halnya Kesultanan Jailolo, Bacan juga tak memiliki sebuah peranan penting di kawasan Maluku, hingga masuknya bangsa Eropa, Bacan juga tidak mampu untuk memiliki peranan yang cukup signifikan dan Bacan juga tak memiliki penguasa yang dapat disetarakan dengan Sultan Khairun Sultan Zainal Abidin, Beliau mendirikan pesantren dan mendatangkan guru-guru (ulama) dari Jawa. Selain itu, Zainal Abidin juga berusaha menyebarkan Islam lewat ekspansi kekuasaannya.
Pada tahun 1521 Sultan Zainal Abidin menjadi sultan Bacan yang pertama memeluk agama islam, ia digantikan oleh putra sulungnya yaitu Kaicil Bolatu sebagai Sultan Bacan setelah kewafatannya. Setelah itu secara berturut-turut Sultan Alauddin I, Sultan Muhammad Ali, dan Sultan Alauddin II. Pada masa Sultan Alauddin II, Ternate mengembalikan seluruh Pulau Makian kepada Bacan, ia mempercayakan adiknya Kaicil Musa menjalankan pemerintahan disana. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin II, ia sempat membuat suatu keputusan yang menghebohkan dengan menjual Pulau Obi kepada Belanda seharga 800 ringgit. Setelah ia wafat, Kaicil Musa yang memegang tampuk kepemimpinan Bacan dan mengangkat kaicil Tojimlila sebagai pemimpin Makian. Dan berturut-turut setelahnya Sultan Kaicil Kie sebagai sultan Bacan dan Kaicil Lewan sebagai pemimpin terakhir di Makian setelahnya, karena pada akhirnya Makian diserahkan kepada Ternate. Dalam sumber lain menyebutkan bahwa setelah Sultan Alauddin II wafat yang menjadi sultan di Bacan adalah Sultan Musom, kakak dari Sultan Alauddin II. Setelah itu, Kesultanan Bacan dipimpin oleh Sultan Mansur, ia dipandang seorang sultan yang cerdas dan memiliki kekuatan fisik yang bagus, ia juga memiliki keterampilan membuat perhisan emas dan perak. Ia juga mengajarkan para rakyatnya untuk tidak bermalas-malasan. Sultan Musom yang merupakan adik dari Sultan Mansur, dilantik menjadi sultan Bacan berikutnya. dibawah kekuasaannya ia dapat menaklukan beberapa daerah baru, diantaranya Gane, Saketa,Obi,Foya, dan Mafa.Seperti halnya Kesultanan Jailolo, Bacan juga tak memiliki sebuah peranan penting di kawasan Maluku, hingga masuknya bangsa Eropa, Bacan juga tidak mampu untuk memiliki peranan yang cukup signifikan dan Bacan juga tak memiliki penguasa yang dapat disetarakan dengan Sultan Khairun Sultan Zainal Abidin, Beliau mendirikan pesantren dan mendatangkan guru-guru (ulama) dari Jawa. Selain itu, Zainal Abidin juga berusaha menyebarkan Islam lewat ekspansi kekuasaannya.
5.
Kerajaan Islam Di Sulawesi
Kerajaan
Islam Gowa
Cikal
bakal Kesultanan Makassar adalah Kerajaan Gowa yang didirikan oleh Tumanurung,
sebelum Tumanurung, Gowa terdiri dari sembilan daerah yang otonom, yaitu
Tombolo, Lakiung, parang-parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan
kalli. Kesembilan daerah ini disebut dengan Bate Salapang. Di bate
salapang tersebut sering terjadi pertikaian dan dengan kehadiran seorang
perempuan yang tidak diketahui asal-usulnya maka mereka menyebutnya Tumanurung.
Tumanurung membawa berkah tersendiri kepada bate salapang. Karena ia mampu
menjadi pemersatu di bate salapang, maka Tumanurung pun diangkat menjadi raja
pertama dari kerajaan Gowa[35]. Dalam
perkembangan berikutnya, tepatnya pada masa pemerintahan raja Gowa VI, wilayah
Gowa dibagikan kepada kedua putranya, yaitu Batara Gowa dan Karaeng Loe ri
Sero. Batara Gowa melanjutkan kekuasaan Gowa sebagai Raja Gowa VII, dan adiknya
mendirikan kerajaan baru yang bernama Kerajaan Tallo. Kedua kerajaan tersebut
sering disebut sebagai ”kerajaan kembar”[36]. Pada awal abad ke-16,
ketika Gowa dipimpin oleh Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna. Raja ini berhasil
mempersatukan Kerajaan Gowa dengan Kerajaan Tallo. Setelah bergabung mereka
disebut dengan Kerajaan Makassar. Setelah
Karaeng Tumapa’risi’ meninggal, maka ia digantikan dengan Raja Gowa X, I
Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga (1546-1565). Pada masa
pemerintahannya sudah banyak pedagang-pedagang yang menetap di makassar.
Setelah Raja Gowa X meninggal, ia digantikan oleh I Tajibarani Daeng Marompa
Karaeng Data Tunibatta sebagai Raja Gowa XI. Beliau tewas ketika berperang
melawan kerajaan Bone dan digantikan dengan Raja Gowa XII, Manggorai Daeng
Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo. Setelah
beberapa tahun kemudian. Raja Makassar pertama yang masuk Islam adalah I
Mangarai Daeng Manrabia Sultan Alauddin sebagai Raja Gowa XIV. Ia memerintah
dari Tahun 1593-1639 M. Pada tahun 1603 M, kerajaan Islam Gowa diproklamirkan
sebagai kerjaan Islam Makasar. Setelah
wafat pada tahun 1638 M, posisinya digantikan oleh anaknya bernama Hasanudin.
Ia dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1631 M. Nama kecilnya adalah Mallombassi
atau Muhammad Bakir. Setelah dewasa ia bergelar Karaeng Mattawang. Sebagai anak raja Gowa, ia
bergelar Karaeng Bontomangape. Setelah dinobatkan sebagai raja Makasar ke 16,
ia bergelar Sultan Hasanudin, yang memerintah dari tahun 1653-1669 M. Pada masa
pemerintahannya, kerajaan islam Gowa mencapai masa kejayaannya, sehingga Gowa
menjadi kerajaan islam terbesar di Indonesia Timur. Pada tanggal 9 November
1607, Sultan Alauddin mengeluarkan dekrit untuk menjadikan Islam sebagai agama
kerajaan dan agama masyarakat. Tetapi, ketikat beliau ingin menyeberkan Islam
kepada kerajaan-kerajaan lain, sebagian dari kerajaan-kerajaan itu menerimanya
akan tetapi, ada tiga kerajaan yang menolaknya yang tergabung dalam Kerajaan
Tellumpoccoe, yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Soppeng dan Wajjo. Pada tahun 1609
Kerajaan Soppeng berhasil ditaklukan dan memeluk Islam, lalu diikuti oleh
kerajaan Wajjo pada tahun 1610. Kemudian, pada tahun 1611 kerajaan Bone
berhasil ditaklukan dan memeluk islam dan pada masa pemerintahan Sultan, beliau
berhasil menguasai seluruh kerajaan di Sulawesi. Tidak hanya itu, beliau juga
berhasil merintis Somba Opu sebagai bandar niaga maritim di Indonesia Timur. Setelah
Sultan Alauddin wafat, posisinya digantikan oleh Sultan Malikus Said. Sultan
ini memerintah pada tahun 1639-1653. Sultan Malikus Said berhasil meneruskan
Kepemerintahannya Sultan Alauddin sehingga ia berhasil membawa Kesultanan
Makassar mengalami masa keemasannya. Setelah Sultan Malikus Said wafat, ia
digantikan oleh putranya, Sultan Hasanudin, masa pemerintahannya tahun
1653-1669. Ketika
Belanda berusaha ingin memonopoli perdagangan rempah – rempah di Indonesia Timur, ditentang habis-habisan
oleh Sultan Hasanudin. Penentangan ini membuat marah Belanda (VOC) dengan melakukan
serangan ke Makassar. Serangan Belanda dibawah kepemimpinan Cornelis Janszoon
Speelman, mendapat bantuan dai Aru Palaka dan pasukan Bugisnya. Serangan ini
menyebabkan Makassar mengalami kekalahan. Untuk mengikat kekuatan atas
kemenangan Belanda, diadakan perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667
M.
Perjanjian
itu berisi:
a.
VOC
berhak menguasai dan memonopoli perdagangan di Makasar.
b.
Sultan
Hasanudin harus mengakui kekuasaan VOC di Makasar.
c.
Sultan
Hasanudin harus membayar seluruh biaya perang.
d.
Aru
Palaka ditetapkan sebagai raja.[37]
pada
tanggal 12 April 1668 M, terjadi lagi peperangan antara kerajaan Gowa dengan
VOC. Pertempuran yang berjalan lebih kurang satu tahun menyebabkan jatuhnya
benteng Sombaopou ke tangan Belanda pada tanggal 24 Juni 1669 M. Setelah itu,
Sultan Hasanudin mengundurkan diri dan Akhirnya wafat pada tanggal 12 Juni 1670
M. Sejak saat itu, tidak terdengar lagi cerita mengenai kerajaan Islam Gowa.
Kerajaan
Buton
Kerajaan
Buton berawal dari datangnya dua rombongan Melayu Johor ke Buton, sekitar abad
ke-13 dan awal abad ke-14. Rombongan tersebut dipimpin oleh Sipanjonga,
Sijawangkati, Sitamanajo, Simalui. Sehingga mereka disebut dengan “Mia
Patamiana”, artinya empat orang pemimpin rombongan. Mereka juga berhasil
memersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Buton. Raja pertama di Buton adalah Wa
Khaa Khaa. Ia memerintah pada tahun1332. Raja Buton yang pertama masuk Islam
adalah Mulae. Ia memeluk islam karena seruan dakwah dari Syaikh Abdul Wahid,
seorang mubaligh berdarah Arab yang berasal dari Semenanjung Melayu. Setelah ia
memeluk islam ia mengganti nama menjadi Muhammad Idham dan ia memerintah pada
tahun 1511-1538. Setelah beliau wafat ia digantikan oleh Lakilaponto dan ia
orang pertama yang diberi gelar sultan di Kesultanan Buton. Setelah dilantik ia
diberi gelar Sultan Kaimuddin. Ia berhasil menanamkan nilai-nilai islam dalam
kehidupan masyarakat[38].
Dalam semboyannya:
Bolimo
arataa somanamo karo
Bolimo
karo somanamo lipu
Bolimo
lipu somano agama
Artinya:
Tiada perlu harta asalkan diri selamat
Tiada perlu diri asalkan negeri aman
dan damai
Tiada perlu negeri asalkan agama
tetap hidup ditengah tengah masyarakat[39]
Pada tahun 1610, Sultan Dayanu
Ikhsanuddin berhasil menetapkan Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton.
Undang-Undang ini lebih dikenal dengan nama “Martabat Tujuh”. Berdasarkan
Undang-Undang Martabat Tujuh yang berhak menjadi Sultan Buton adalah keturunan
“kaomu”(bangsawan). Undang-Undang Martabat Tujuh telah mengubah sistem politik
kesultanan Buton, dari sistem monarki menjadi demokrasi aristokrasi. Sultan
terakhir Buton adalah La karambau, kesultanan Buton tidak lagi memiliki sultan
yang mengikuti pola perjuangan La karambau. Dengan demikian, kesultanan Buton
lebih banyak menjaga hubungan yang harmonis dengan penjajah Belanda daripada
berdaulat menentukan nasibnya sendiri. Dengan arti kata, Kesultanan Buton
tunduk pada apa-apa yang diputuskan kompeni Belanda atas Kesultanan Buton.
6.
Kerajaan
Islam Di Nusa Tenggara Barat
Kerajaan
Bima
Mulanya masyarakat Bima adalah suku Dongsong dari Yunan (Vietnam).
Pada mulanya mereka tinggal di pesisir utara Pulau Sumbawa (Bima), tepatnya di
desa yang sekarang bernama Sapunggu (Sam MpungNgun). Mereka kemudian menyebar
ke segala arah di daerah tersebut dan membentuk marga sendiri-sendiri. Setelah
lama hidup berkelompok, mereka akhirnya berkembang membangun pola hidup yang
memiliki pemerintahan, dan kemudian berubah menjadi Kerajaan Bima dan menjadi
Kesultanan Bima. Raja Bima yang masuk Islam pertama
kali adalah La Kai, Raja Bima ke-26, ia masuk Islam paada tanggal 7 februari
1621. Setelah masuk Islam, ia diberi gelar sebagai Sultan Abdul Khair. Pada
tahun 1691, La Kai memimpin para bangsawan melarikan diri ke makassar, karena
terlibat dalam perebutan tahta di kerajaan Bima. Selama di Makassar, ia belajar
agama pada Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro. Pada tahun 1640, atas bantuan
kesultanan Makassar, La Kai berhasil merebut tahta kerajaan Bima dan mengangkat
dirinya sebagai orang islam pertama yang berkuasa di Kerajaan Bima. Dengan berkuasanya
sultan Abdul Khair ini, maka Kerajaan Bima pun berubah menjadi Kesultanan Bima.[40] Sebelum
datangnya Islam, kepercayaan Masyarakat Bima adalah Makakamba Makakimbi. Yang
dimaksud MakakambaMakakimbi adalah kepercayaan akan adanya suatu kekuatan yang luar
biasa yang mengatur seluruh alam semesta. Kekuatan itu disebut dengan Marafu.
Selain makakambamakakimbi, masyarakat
juga mempunyai kepercayaan Toteisme, yaitu kepercayaan yang meyakini
bahwa binatang memiliki kekuatan gaib. Pada
saat pemerintahannya Sultan
Muhammad Salahuddin, Putera dari Sultan Ibrahim, dilahirkan pada tahun 1888
(jam 12.00, 15 Zulhijah 1306 H). Dilantik menjadi Sultan Bima XIII pada tahun
1917. Setelah wafat diberi gelar “Ma Kakidi Agama”, karena menjunjung tinggi
agama serta memiliki pengetahuan yang mumpuni dan luas dalam bidang agama.
Sejak berumur 9 tahun, memperoleh pendidikan dan pelajaran agama dari ulama
terkenal, diantaranya: H. Hasan Batawi dan Syech Abdul Wahab. Ia memiliki
koleksi buku-buku agama karya ulama-ulama terkenal dari Mesir, Mekkah, Medinah,
dan Pakistan. Juga karya oleh Imam Syafi’i. Ia mendalami Ilmu
Fiqh. Pada era pemerintahannya, tidak mengherankan
apabila perkembangan agama mengalami kemajuan pesat terutama di bidang
pendidikannya. Wazir Ruma Bicara yang dipegang oleh Abdul Hamid (menggantikan
Muhammad Qurais) pada era itu juga mempunyai peran dan menaruh perhatian yang
amat besar dalam bidang yang sama.
7. Kerajaan Islam Di Kalimantan
Kesultana
Banjar
Menurut
Hikayat Bandar, Kesultanan Banjar bermula dari konflik istana yang terjadi di
Kerajaan Daha-Hindu, antara Pangeran Tumenggung dan Pangeran Samudera. Pangeran
Samudera kalah dan pergi meminta bantuan kepada Kesultanan Demak, yang ketika
itu dipimpin oleh Raden Fatah. Kesultanan Demak bersedi membantunya, tapi
dengan syarat Pangeran Samudera bersedia masuk Islam dan apabila berhasil
berkuasa, maka ia ikut bertanggung jawab dalam menyebarkan agam Islam di
Kalimantan. Akhirnya, Pangeran Samudera menjadi Sultan pertama di Kesultanan
Banjar. Pada
tahun 1852, konflik istana Kesultanan Banjar masih berlanjut. Dalam hal ini,
terdapat dua putra mahkota, yaitu Pangeran Hidayatullah dan Pangeran
Tamajidillah. Secara tradisi, kedudukan Pangeran Hidayatullah lebih kuat untuk
menggantikan ayahnya sebagai Sultan, tetapi akibat campur tangan Belanda, maka
yang berhasil menjadi Sultan adalah Pangeran Tamajidillah. Setelah dilantik
menjadi Sultan Banjar, maka ia diberi gelar Sultan Sulaiman Muda. Sayangnya,
para rakyat tidak senang dengan sultan tersebut, karena ia dekat dengan
Belanda. Munculah Pangeran Antasari, seorang keluarga istana di Istana Banjar,
bergerak memimpin gerakan rakyat Banjar menentang kekuasaan Pangeran
Tamajidillah. Setelah menang, maka Pangeran Antasari segera diangkat menjadi
pemimpin rakyat yang baru dan diberi gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin. Rakyat Banjar dalam meyakini
dalam Islam. Mereka membuat dzikirkhusuh, yaitu
“La ilahaillallah menadah kepada Tuhan, rizki
minta murahkan, bahaya minta jauhkan, umur minta panjangkan, serta iman
La ilahaillallahtumat di Makkah ke
Madinah disitu tempat Rasulullah.
La ilahaillallahtumat di Makkah ke
Madinah, disitu tempat Siti Fatimah.
La ilahaillallah hati yang sidiq,
iya maulana, iya Muhammad Rasulullah
La ilahaillallah hati yang mukmin
bait Allah.
La ilahaillallah Nabi Muhammad hamba
Allah.
La ilahaillallah Nabi Muhammad
pesuruh Allah.
La ilahaillallah Muhammad
Rasulullah.
La ilahaillallah Muhammad sifat
Allah.
La ilahaillallah Muhammad auliya
Allah.
La ilahaillallah Maujud Hamba Allah.
La ilahaillallahLa ilahaillallah.”[41]
Wirid
inilah yang dibaca oleh rakyat Banjar dalam memperkuat keyakinan dan
memperkokoh semangat jihad dalam berperang melawan Belanda.
Kesultanan
Kutai
Kesultanan
Kutai adalah kelanjutan dari kerajaan Hindu Kutai Kertanegara yang sudah
berdiri sejak 1300. Islam masuk ke Kalimantan Timur pada abad ke-17 melalui dua
arah, yaitu dari Kalimantan Selatan, yang berasal dari Kesultanan Banjar, dan
dari arah timur, yang dibawa oleh para pedagang Bugis-Makassar. Islam yang
datang diterima baik oleh Kerajaan Kutai dan kemudian berubah menjadi
Kesultanan pada abad ke-18. Sultan pertama yang memrintah di Kesultanan Kutai
adalah Sultan Aji Muhammad Idris. Ia memerintah pada tahun 1732-1739. Sultan
Aji Muhammad Idris Syahid saaat berperang melawan Belanda di Makassar.
Sepeninggal Sultan Aji Muhammad Idris, tahta Kesultanan Kutai direbut oleh Aji
Kado, yang sebenarnya tidak berhak atas tahta kesultanan. Dalam peristiwa
perebutan tahta ini, putra mahkota Aji Imbut dilarikan ke Wajo. Sejak itu, Aji
Kado resmi menjadi Sultan Kutai dan diberi gelar Sultan Aji Muhammad Aliyuddin.
Ia memerintah pada tahun 1739-1780. Setelah dewasa, Aji Imbut kembali ke
tanah Kutai. Oleh kalangan-kalangan yang setia pada mendiang Sultan Muhammad
Idris. Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kertanegara dengan gelar Aji
Muhammad Muslihuddin. Sejak itu, dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado alias
Sultan Aji Muhammad Aliyuddin. Akhirnya,
Aji Imbut berhasil merebut tahta Kesultanan Kutai Kertanegara, sedangkan Aji
Kado dijatuhi hukuman mati dan dimakamkan di pulau Jembayan. Ia memerintah pada
tahun 1780-1816. Kontak
dengan bangsa Eropa dimulai Kesultanan Kutai pada tahun 1844, ketika kapal
Inggris dibawah pimpinan Erskine Murray datang ke wilayah ini. Orang Inggris
datang dengan kesombongan, sehingga rakyat Kutai menjadi marah dan mereka pun
melakukan perlawanan dan berhasil mengalahkan ErskineMurray. Dalam peristiwa
ini, ErskineMurray tewas di muara Sungai Mahakam.[42]
2.2 Kemajuan yang dapat dicapai Kesultanan Islam di
Indonesia
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di
Sumatera
1.
Kesultanan Perlak
-
Berkembangnya Perlak seagai pengembangan syiar
Islam.
2.
Kesultanan Samudera Pasai
-
Berkembangnya Samudera Pasai sebagai pusat
pengkajian dan pengembangan syiar Islam.
-
Bandar Samudera Pasai sebagai Bandar niaga.
-
Adanya para ulama untuk berdakwah di berbagai
wilayah Nusantara.
3.
Kesultanan Aceh Darussalam
-
Bandar Niaga Aceh Darussalam sebagai Bandar
niaga.
-
Kegiatan perdagangan berkembang dengan pesat.
-
Terjadinya hubungan dagang dengan Inggris dan
Belanda.
-
Kesultanan Aceh Darussalam menguasai berbagai
wilayah Sumatera maupun di Semenanjung
Melayu.
-
Kesultanan Aceh Darussalam memiliki armada yang
besar dan didukung oleh kapal-kapal yang tangguh.
-
Berkembangnya Aceh Darussalam sebagai
pusat pengembangan Islam.
-
Berkembangnya di bidang pendidikan.
4.
Kesultanan Palembang
-
Berkembangnya Palembang sebagai pengembangan
syiar Islam.
5.
Kesultanan Siak Sri Indrapura
-
Terjadinya hubungan diplomatik dengan Turki,
Arab, dan Mesir.
-
Kesultanan Siak menguasai 12 daerah
kekuasaannya.
-
Berkembangnya di bidang pendidikan.
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di Jawa
1.
Kesultanan
Demak
-
Menjadi
pusat penyebaran dan pengembangan Islam di pulau Jawa
-
Perluasan
wilayah hingga ke Kalimantan dan Jambi
2.
Kesultanan
Pajang
-
Berhasil menaklukan Gresik, Surabaya, Pasuruan, Tuban,
Pati, Pemalang, Madiun, Blitar, Banyumas, Mataram, Demak
-
Berhasil
mengembangkan seni kesusasteraan Islam
3.
Kesultanan
Mataram
-
Berhasil
membuat kalender jawa islam
-
Perluasan
wilayah hampir di seluruh Jawa
-
Timbulnya
kebudayaan Kejawen
4.
Kesultanan Banten
-
Penaklukan
pelabuhan sunda kelapa pada tahun 1527
-
Pelabuhan
Banten menjadi pelabuhan ekspor Internasional
5.
Kesultanan
Cirebon
-
Berhasil
menguasai seluruh wilayah di Jawa timur pada masa pemerintahan Sultan Agung
-
Penyebaran
islam ke ke daerah Jawa Barat lebih meluas[43]
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di
Maluku
1. Kesultanan Ternate
-
Dibentuknya Jolebe atau Bobato Akhirat. Tugas jolebe
adalah membantu Sultan dalam masalah keagamaan.
-
Mengembangkan Islam di wilayah sepanjang pantai Sulawesi Timur. Bahkan
sampai di Kepulauan Sulu, Filipina
2. Kesultanan Tidore
-
Menghapuskan monopoli perdagangan rempah-rempah oleh Portugis (Sultan
Amiruddin)
-
Wilayah yang dikuasai sampai ke Papua bagian barat, Kepulauan Raja
Ampat, Seram bagian timur, Kepulauan Kei, Kepulauan Aru sampai di Kepulauan
Pasifik
3. Kesultanan Jailolo
-
Beberapa kebijakan yang dibuat Sultan Hasanuddin yang membantu
penyebaran islam
-
Islam bahkan sampai ke suku pedalaman Alifuru
4.
Kesultanan Bacan
-
Menaklukan
beberapa daerah baru, diantaranya Gane, Saketa,Obi,Foya, dan Mafa.
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di
Sulawesi
1.
Kesultanan Gowa
-
Kerajaan
Makassar berhasil membuat Makassar menjadi Negara Maritim di Nusantara bagian
Timur.
-
Kerajaan
Makassar berhasil membuat Makassar menjadi salah satu pusat perdagangan di
Nusantara Bagian Timur
-
Makassar
menjadi pelabuhan transit yang strategis antara wilayah Melayu dan Jawa dengan
wilayah Maluku sebagai sumber rempah-rempah[44]
-
Memperluah
wilayah kerajaan Makassar.
2.
Kesultanan Buton
-
Meguasai
memperluas wilayah Kesultanan Buton
-
Menanamkan
nilai-nilai Islam dalam masyarakat
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di
NTB
1. Kesultanan Bima
-
Kemajuan
islam dalam pendidikan (buku-buku Ulama Islam)
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di
Kalimantan
1. Kesultanan Banjar
-
Membuat
wirid untuk meningkatkan semangat juang
2. Kesultanan Kutai
-
Memperluas
wilayah Kutai Kartanegara
2.3 Pengaruh
Kesultanan Islam terhadap kehidupan masyarakat Indonesia
A. Bidang Politik
Sebelum Islam masuk Indonesia, sudah
berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu-Buddha. Tetapi, setelah masuknya
Islam, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha mengalami keruntuhan dan
digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam, seperti
Samudra Pasai, Demak, Malaka, dan lainnya. Sistem pemerintahan yang bercorak
Islam, rajanya bergelar sultan atau sunan seperti halnya para wali. Jika
rajanya meninggal, tidak dimakamkan di candi tetapi dimakamkan secara Islam.
B. Bidang Sosial
Pada masa kerajaan Hindu-Budha di masyarakat Indonesia banyak yang
menggunakan sistem kasta. Akan tetapi, pada saat Islam muncul dan kebudayaan
islam berkembang pesat, sehingga mayoritas umat indonesia memeluk Islam, maka
aturan kasta mulai hilang . Begitu
pula dengan sistem penanggalan. Sebelum Islam masuk ke Indonesia , Indonesia
telah mengenal Kalender Saka, yaitu kalender dari kerajaan umat Hindu yang biasanya
terdapat nama-nama hari seperti Legi, Pahing , Kliwon, Pon, Wage. Tetapi,
setelah berkembangnya Islam, Sultan agung dari Mataram mengenalkan kalender
baru yang mengarah pada bulan, yakni Kalender Hijriyah.[45]
C.
Bidang Sastra dan Bahasa
Persebaran bahasa Arab lebih
cepat daripada persebaran bahasa Sanskerta karena dalam Islam tak ada
pengkastaan. Semua orang dari raja hingga rakyat jelata dapat mempelajari
bahasa Arab. Pada mulanya, memang hanya kaum bangsawan yang pandai menulis dan
membaca huruf dan bahasa Arab. Namun selanjutnya, rakyat kecil pun mampu
membaca huruf Arab. Salasatunya adalah Syair, seperti Syair Abdul Muluk dan
Gurindam Dua Belas.
D. Bidang Arsitektur dan Kesenian
Islam telah memperkenalkan tradisi baru dalam
teknologi arsitektur seperti masjid dan istana. Ada perbedaan antara
masjid-masjid yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Indonesia dan masjid
yang ada di Timur Tengah. Masjid di Indonesia tidak memiliki kubah di puncak
bangunan. Kubah digantikan dengan atap tumpang atau atap bersusun. Jumlah atap
tumpang itu selalu ganjil, tiga tingkat atau lima tingkat serupa dengan
arsitektur Hindu. Contohnya, Masjid Demak dan Masjid Banten.
Islam
juga memperkenalkan seni kaligrafi. Kaligrafi adalah seni menulis aksara indah
yang merupakan kata atau kalimat. Kaligrafi ada yang berwujud gambar binatang
atau manusia (hanya bentuk siluetnya). Ada pula yang berbentuk aksara yang
diperindah. Teks-teks dari Al-Quran merupakan tema yang sering dituangkan dalam
seni kaligrafi ini. Biasanya yang menjadi media adalah nisanmakam, dinding masjid, mihrab, kain tenunan, kayu, dan
kertas sebagai pajangan.[46]
2.4 Kesulthanan Islam pada zaman Belanda, dan meleburnya Kesulthanan
Islam ke dalam NKRI
Menjelang kedatangan Belanda di Indonesia pada
akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia tidaklah sama. Perbedaan keadaan tersebut bukan hanya berkenaan
dengan kemajuan politik, tetapi juga dalam proses pengembangan Islam di
kerajaan-kerajaan tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk sudah memeluk Islam
sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama Islam baru
saja berlangsung. Pada
saat Belanda memasuki Indonesia (1596 ) mereka sudah mulai terasa kesulitan menghadapi
masyarakat islam mereka menghadapi itu saat sedang berusaha menancapkan
kekuasaannya di Indonesia. Kolonial belanda selalu menghadapi perlawanan gencar
dari masyarakat yang menganut agama Islam seperti adanya
berbagai macam peperangan yang dilakukan kesultanan-kesultanan islam. Untuk melemahkan
kepribadian orang – orang Islam di Indonesia , belanda sengaja mengembangkan
pendidikan–pendidikan ala barat yang di anggap dapat lebih membimbing
masyarakat ke taraf hidup yang lebih baik , yang dijadikan kedok oleh kolonial
Belanda untuk melancarkan politik penjajahannya. Di tiap – tiap lembaga
pendidikan disebarkan perbedaan-perbedaan itu yang intinya , orang Belanda itu
rasional dan orang –orang Timur itu emosional
, dan perbedaan dalam proses
pengembangan Islam di kerajaan–kerajaan . Mulai tahun 1602 Belanda secara
perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan
memanfaatkan perpecahan[47] Dan kemudian
kondisi negeri juga mulai mengalami penurunan disebabkan oleh banyaknya
peperangan dan krisis ekonomi. Karena peperangan yang terus-menerus melawan
Barat, yang menyebabkan penderitaan yang sangat berat bagi Aceh. Akhirnya,
negeri ini jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1322 H/ 1904 M.[48] Sementara itu, Maluku, Banda, Seram, dan
Ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran
pedagang Barat yang ingin menguasainya dengan politik monopolinya. Ternate dan
Tidore dapat terus dan berhasil mengelakkan dominasi total dari Portugis dan
Spanyol, namun ia mendapat ancaman dari Belanda yang datang ke sana.[49]
Meleburnya
Kesultanan Islam kedalam NKRI.
NKRI yang merupakan
sebuah negara yang berdaulat. Pada awalnya bukan berasal dari sebuah kerajaan
saja, seperti hanya dari kerajaan Aceh, Majapahit atau Samudra Pasai, atau
kerajaan Demak, atau Ternate saja. namun sebaliknya NKRI yang sekarang adalah
daerah-daerah persatuan dari berbagai kerajaan sebelumnya. Dan sekarang diberi
nama Indonesia oleh pendiri awal bangsa ini.
Pada abad ke-19 dalam sejarahnya , terjadi
pertumbuhan kesadaran berbangsa serta gerakan nasionalis di beberapa negara
untuk untuk memperjuangkam kemerdekaan bangsanya masing-masing. Disini mulai muncul
keinginan untuk membuat suatu negara yang berdaulat, meleburnya pengaruh islam
terhadap NKRI saati itu dapat terlihat dari berdirinya MASYUMI (Majelis Syuro
Muslimin Indonesia)atas restu
Jepang, maka diangkatlah M Natsir sebagai ketuanya. Salah satu institusi sosial-politik yang
pertama kali muncul dalam awal kemerdekaan adalah terbentuknya Kementrian Agama.
Walaupun terjadi suatu kontroversi pada awal pembuatannya namun Kementrian Agama baru
berfungsi sebagai kementrian yang utuh , bukan sekedar bagian dari perjuangan
bangsa, setelah kedaulatan negara mendapat pengakuan.[50]
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Secara garis besar, Kerajaan-kerajaan islam
yang ada di Nusantara memiliki latar belakang yang hampir sama. Diantara
alasan-alasan latar belakang berdirinya kerajaan islam di Nusantara, antara
lain yang paling sering didapati adalah karena adanya pertemuan antara para pedagang muslim dan
pribumi. Selain itu peran pernikahan antara pedagang muslim dan putri dari
sebuah kerajaan terdahulu juga merupakan faktor yang dapat mengembangkan islam
lebih jauh, dan diterima masyarakat. Banyak kemajuan yang telah dicapai semasa
Indonesia dibawah kekuasaan kerajaan-kerajaan islam, diantaranya kegiatan
perdagangan yang berkembang pesat di Selat Malaka, beriringan pertumbuhan
ekonomi kerajaan-kerajaan yang berada disekitarnya. Tak dapat dipungkiri
perluasan wilayah dan cikal bakal nama-nama pulau di Indonesia saat ini juga
merupakan sumbangan kerajaan-kerajaan islam terdahulu. Pengaruh Kesultanan Islam terhadap kehidupan
masyarakat Indonesia mencakup berbagai
bidang seperti bidang politik, kesenian, bahasa dan sastra juga bidang sosial.
Dan yang terakhir adalah tentang hal-hal dalam islam yang diterapkan dalam
tubuh NKRI.
3.2.
Saran
Makalah ini merupakan tugas dari
mata kuliah Studi Islam Lanjutan tentang Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia
di Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami menyarankan agar pembaca dapat
mengkaji lebih teliti dan mendapatkan manfaat dari penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya.2010. Kesultanan Islam Nusantara.Jakarta.
Pustaka Al-Kautsar.
Al- Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta. Akbar Media Eka
Sarana. 2003.
Azra, Azyumardi. Islam Nusantara: Jaringan global dan lokal. Jakarta. Mizan. 2002
Huda,Noor. Unknown.Perkembangan
Institusi Sosial Politik Islam di Indonesia Sampai Awal Abad XX, http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Addin/article/download/619/632. Diakses pada pukul 20.05 tanggal 19 Maret 2016
Unggul,
Hery. Unknown. Pengembangan Masjid Agung Demak dan Sekitarnya sebagai Kawasan
Wisata Budaya. http://eprints.undip.ac.id/23328/1/pengembangan_masjid_agung_demak_dan_sekitarnya_sebagai_kawasan_wisata_budaya.pdf. Diakses pada pukul 20.45 WIB tanggal
19 Maret 2016
[45]Noor Huda, Perkembangan Institusi Sosial Politik Islam di Indonesia
Sampai Awal Abad XX, http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Addin/article/download/619/632.
Diakses pada19
Maret 2016 20.05
[46] Hery Unggul, Pengembangan Masjid Agung Demak dan Sekitarnya sebagai
Kawasan Wisata Budaya,http://eprints.undip.ac.id/23328/1/pengembangan_masjid_agung_demak_dan_sekitarnya_sebagai_kawasan_wisata_budaya.pdf,
diakses pada 19
Maret 2016 20.45
[47] Azyumardi Azra, Islam Nusantara,
hlm. 63
[49]Darmawijaya.Kesultanan Islam Nusantar.PustakaAlKautsar.
Jakarta. 2010. hlm.122-142
The best casinos in town | MapYRO
BalasHapusDiscover 경산 출장샵 the best casinos in town 안성 출장샵 in the United States in 2021. and the best casinos in town. The ìš¸ì‚°ê´‘ì— ì¶œìž¥ì•ˆë§ˆ only one in Arizona 밀양 출장샵 not covered on mapYRO has ì•„ì‚° 출장안마