Minggu, 29 Mei 2016

Khazanah Peninggaan Islam di Eropa



Istana Aljaferia, Gaya Andalusia

 










Spanyol memiliki arti penting dalam sejarah Islam. Sebab, wilayah ini pernah ditaklukkan oleh mujahid-mujahid Islam, seperti Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair, dari Dinasti Umayyah sekitar 705-715 Masehi.

Penaklukan Spanyol yang dilakukan oleh tentara Islam itu membuat Islam berkembang cepat ke wilayah Eropa. Bahkan, tak cuma itu, Islam sempat menancapkan pengaruh dan kekuasaannya di negeri Matador ini selama beberapa abad.

Tak heran, bila berbagai peninggalan Islam masih tampak hingga saat ini di Spanyol. Seperti, Istana Alhambra, Granada, dan Cordoba. Begitulah pula di wilayah Spanyol lainnya, seperti Sevilla, Zaragoza.

Sejak abad ke-8 hingga 12 M, Zaragoza, atau yang juga dikenal dengan sebutan Saragossa, menjadi salah satu pusat kebudayaan Muslim di tanah Spanyol.

Kota yang berada di bagian utara-barat Spanyol ini pada mulanya dikuasai kaum Ghotik pada 470 M, lalu ditaklukkan oleh kaum Muslim pada 712 M. Kota ini tetap berada di bawah penguasa Islam hingga akhirnya jatuh ke tangan Raja Alfonso VI dari Leon pada 1118 M.

Aljaferia

Berbeda dengan wilayah lainnya, tidak banyak peninggalan umat Islam di Zaragoza. Bahkan kendati ada, yang tersisa hanya reruntuhannya saja, atau sisa-sisanya saja. Di antara peninggalan Islam yang masih bisa disaksikan di Zaragoza hingga saat ini adalah sebagian dari istana yang berada dalam sebuah benteng. Istana ini didirikan pada periode Muluk At-Tawa’if (raja-raja kelompok atau golongan) antara tahun 1046-1081, yang disebut Aljaferia. Istana Aljaferia adalah bekas istana kediaman raja-raja dinasti Bani Hud, penguasa Muslim di Zaragoza. Istana ini dibangun pada pertengahan abad ke-11 M.

Namun, sejak kota ini jatuh ke tangan tentara salib, bangunan istana yang megah ini digunakan sebagai tempat tinggal resmi Raja Kristen Spanyol beserta keluarganya, yang dimulai oleh raja Pedro IV dari Aragon.

Bangunan Istana Aljaferia, sebagaimana dijelaskan Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang berjudul “Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim”, dikelilingi oleh benteng. Benteng tersebut berbentuk segi empat tidak teratur. Sisi-sisinya saling berhadapan dan sedikit tidak sejajar. Dinding benteng terdiri dari kombinasi batu dan bata. Sementara itu, pintu masuk benteng berbentuk tapal kuda. Dibangun oleh seniman Mudejar sebutan bagi Muslim Spanyol asal Toledo, Istana Aljaferia sangat kaya akan ornamen. Detail plester pada bagian dinding menampilkan pola-pola geometrik yang rumit. Sedangkan, di bagian sudut atas dari dinding istana masih terlihat tulisan kaligrafi Arab. Sebuah halaman terdapat di dalam bangunan istana yang menghadap ke arah utara. Halaman dalam utama tersebut berada di tengah, yang di kelilingi oleh portico dua lantai, sehingga membentuk sebuah sahn yang menyerupai sebuah taman terbuka.

Ujung utara dari halaman dalam utama ini berhubungan langsung dengan sebuah ruangan yang menampilkan bentuk lengkung iwan. Ruangan ini di masa lalu dipergunakan sebagai ruang singgasana raja. Sejak dibangun, Istana Aljaferia telah mengalami beberapa kali renovasi. Andrew Petersen dalam “Dictionary of Islamic Architecture” mengungkapkan, perbaikan pertama kali dilakukan pada zaman kekuasaan Islam, yakni terhadap dinding bagian luar istana. Renovasi selanjutnya tercatat dilakukan pada 1492. Kemudian pada 1593, beberapa bagian bangunan dalam kompleks istana ini dikonversi menjadi pangkalan militer.

Masjid segi delapan

Di sisi kanan, atau timur dari ruang singgasana, terdapat sebuah masjid kecil. Namun, bangunan masjid tersebut kini difungsikan sebagai gereja setelah Kota Zaragoza kembali ke tangan kekuasaan orang-orang Kristen. Masjid yang diberi nama Al-Muqtadir ini terletak di antara unit-unit lainnya yang berbentuk segi empat. Setiap unit bangunan yang terdapat dalam kompleks Istana Aljaferia dibatasi lengkung-lengkung iwan yang kaya pola. Denah bangunan Masjid Al-Muqtadir terbilang unik, yakni membentuk pola segi delapan. Bentuk masjid seperti ini bisa dikatakan jarang dan mungkin belum pernah ada masjid sebelumnya maupun sejamannya yang berdenah demikian. Sejumlah tiang pilar tampak menghiasi bangunan masjid segi delapan ini. Tiang-tiang pilar ini berbentuk silinder dengan bagian atas menampilkan model Corinthian-Romawi.  Pilar-pilar tersebut difungsikan untuk menyangga pelengkung-pelengkung yang bentuknya bermacam- macam; tapal kuda, bergerigi, atau kombinasi keduanya. Sementara itu, pada bagian dinding masjid terdapat pelengkung mati yang mengedapankan pola silang-silang dengan bagian pucuknya patah. Selain stucco bercorak Moorish, cukup banyak naskah kaligrafi digunakan untuk menghias ruang dalam masjid.

Ciri khas dari bangunan masjid ini juga terletak pada bagian atap masjid. Atap Masjid al-  Muqtadir ini berbentuk runcing seperti kerucut, namun sisinya ada delapan mengikuti bentuk denah bangunan masjid. Atap berbentuk runcing ini merupakan ciri khas bangunan berarsitektur Andalusia.

Bani Hud, Penguasa Muslim Zaragoza

Aljaferia diambil dari nama pendirinya, Abu Ja’far Ahmad bin Sulaiman (1049-1083). Abu Ja’far merupakan penguasa Zaragoza dari Bani Hud, salah satu dari raja-raja kecil (Muluk At-Tawa’if) yang berkuasa di Andalusia, Spanyol. Dinasti ini berkuasa pada kurun waktu 1039- 1118 M. Laman Wikipedia menyebutkan, Dinasti Bani Hud mulai menancapkan kekuasaannya di wilayah Zaragoza setelah berhasil mengalahkan saingan mereka, yakni Bani Tujibi. Di bawah pimpinan Sulaiman bin Hud Al-Judhami yang bergelar Al-Mustain I, pasukan Bani Hud berhasil merebut Zaragoza dari tangan tentara Bani Tujibi pada 1039. Al-Mustain I memerintah hingga tahun 1046. Sepeninggalnya, tahta kerajaan diambil alih oleh putranya yang bernama Abu Ja’far Ahmad bin Sulaiman yang bergelar Al-Muqtadir. Ia berkuasa dari tahun 1046 hingga 1081. Setelah kepemimpinannya, ia digantikan oleh Yusuf al-Mutamin (1081-1085). Ahmad bin Yusuf (1085-1110) yang bergelar Al-Mustain II memegang tampuk pemerintahan menggantikan Al-Mutamin. Ketiga pemimpin Bani Hud ini dikenal sebagai pecinta budaya dan seni. Kendati memiliki kedaulatan penuh atas wilayah Zaragoza, namun dalam perjalanannya penguasa Bani Hud dipaksa untuk tunduk kepada penguasa Kristen dari Kerajaan Kastilia. Sejak awal 1055, mereka juga diwajibkan untuk membayar upeti kepada penguasa Kastilia. Tidak hanya dari Kerajaan Kastilia, ancaman terhadap kedaulatan Bani Hud juga datang dari dalam negeri. Salah satunya adalah dari kelompok Al-Murabitun. Pada 1086, kelompok yang terdiri dari orang-orang Afrika Utara ini berupaya untuk merebut wilayah Zaragoza dari tangan penguasa Bani Hud.

Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Sebaliknya, pada Mei 1110 M, pasukan Bani Hud justru berhasil memukul mundur orang-orang Al-Murabitun. Kendati berhasil mengatasi perlawanan kelompok Al-Murabitun, namun penaklukan tersebut menjadi awal dari berakhirnya kekuasaan Bani Hud di tanah Zaragoza. Penguasa terakhir Bani Hud, Imad al-Dawl Hud Abdul Malik, dipaksa untuk meninggalkan ibukotanya dan bersekutu dengan penguasa Kristen dari Aragon di bawah pimpinan Alfonso El Batallador. Pada 1118, pasukan Raja Alfonso berhasil merebut Kota Zaragoza dan menjadikannya sebagai ibukota Kerajaan Aragon.

Daftar Pustaka :




http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/08/28/m9gts3- istana-aljaferia- gaya- andalusia-4habis diakses pada pukul 22.49

0 komentar:

Posting Komentar