Istana Aljaferia, Gaya Andalusia
Spanyol memiliki arti penting
dalam sejarah Islam. Sebab, wilayah ini pernah ditaklukkan oleh mujahid-mujahid
Islam, seperti Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair, dari Dinasti Umayyah sekitar
705-715 Masehi.
Penaklukan Spanyol yang dilakukan
oleh tentara Islam itu membuat Islam berkembang cepat ke wilayah Eropa. Bahkan,
tak cuma itu, Islam sempat menancapkan pengaruh dan kekuasaannya di negeri
Matador ini selama beberapa abad.
Tak heran, bila berbagai
peninggalan Islam masih tampak hingga saat ini di Spanyol. Seperti, Istana
Alhambra, Granada, dan Cordoba. Begitulah pula di wilayah Spanyol lainnya,
seperti Sevilla, Zaragoza.
Sejak abad ke-8 hingga 12 M,
Zaragoza, atau yang juga dikenal dengan sebutan Saragossa, menjadi salah satu
pusat kebudayaan Muslim di tanah Spanyol.
Kota yang berada di bagian
utara-barat Spanyol ini pada mulanya dikuasai kaum Ghotik pada 470 M, lalu
ditaklukkan oleh kaum Muslim pada 712 M. Kota ini tetap berada di bawah penguasa
Islam hingga akhirnya jatuh ke tangan Raja Alfonso VI dari Leon pada 1118 M.
Aljaferia
Berbeda dengan wilayah lainnya,
tidak banyak peninggalan umat Islam di Zaragoza. Bahkan kendati ada, yang
tersisa hanya reruntuhannya saja, atau sisa-sisanya saja. Di antara peninggalan
Islam yang masih bisa disaksikan di Zaragoza hingga saat ini adalah sebagian
dari istana yang berada dalam sebuah benteng. Istana ini didirikan pada periode
Muluk At-Tawa’if (raja-raja kelompok atau golongan) antara tahun 1046-1081,
yang disebut Aljaferia. Istana Aljaferia adalah bekas istana kediaman raja-raja
dinasti Bani Hud, penguasa Muslim di Zaragoza. Istana ini dibangun pada
pertengahan abad ke-11 M.
Namun, sejak kota ini jatuh ke
tangan tentara salib, bangunan istana yang megah ini digunakan sebagai tempat
tinggal resmi Raja Kristen Spanyol beserta keluarganya, yang dimulai oleh raja Pedro
IV dari Aragon.
Bangunan Istana Aljaferia,
sebagaimana dijelaskan Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang berjudul “Arsitektur
Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim”, dikelilingi oleh benteng. Benteng tersebut
berbentuk segi empat tidak teratur. Sisi-sisinya saling berhadapan dan sedikit tidak
sejajar. Dinding benteng terdiri dari kombinasi batu dan bata. Sementara itu,
pintu masuk benteng berbentuk tapal kuda. Dibangun oleh seniman Mudejar sebutan
bagi Muslim Spanyol asal Toledo, Istana Aljaferia sangat kaya akan ornamen. Detail
plester pada bagian dinding menampilkan pola-pola geometrik yang rumit.
Sedangkan, di bagian sudut atas dari dinding istana masih terlihat tulisan
kaligrafi Arab. Sebuah halaman terdapat di dalam bangunan istana yang menghadap
ke arah utara. Halaman dalam utama tersebut berada di tengah, yang di kelilingi
oleh portico dua lantai, sehingga membentuk sebuah sahn yang menyerupai sebuah
taman terbuka.
Ujung utara dari halaman dalam
utama ini berhubungan langsung dengan sebuah ruangan yang menampilkan bentuk lengkung
iwan. Ruangan ini di masa lalu dipergunakan sebagai ruang singgasana raja. Sejak
dibangun, Istana Aljaferia telah mengalami beberapa kali renovasi. Andrew
Petersen dalam “Dictionary of Islamic Architecture” mengungkapkan, perbaikan
pertama kali dilakukan pada zaman kekuasaan Islam, yakni terhadap dinding
bagian luar istana. Renovasi selanjutnya tercatat dilakukan pada 1492. Kemudian
pada 1593, beberapa bagian bangunan dalam kompleks istana ini dikonversi
menjadi pangkalan militer.
Masjid segi
delapan
Di sisi kanan, atau timur dari
ruang singgasana, terdapat sebuah masjid kecil. Namun, bangunan masjid tersebut
kini difungsikan sebagai gereja setelah Kota Zaragoza kembali ke tangan
kekuasaan orang-orang Kristen. Masjid yang diberi nama Al-Muqtadir ini terletak
di antara unit-unit lainnya yang berbentuk segi empat. Setiap unit bangunan
yang terdapat dalam kompleks Istana Aljaferia dibatasi lengkung-lengkung iwan
yang kaya pola. Denah bangunan Masjid Al-Muqtadir terbilang unik, yakni
membentuk pola segi delapan. Bentuk masjid seperti ini bisa dikatakan jarang
dan mungkin belum pernah ada masjid sebelumnya maupun sejamannya yang berdenah
demikian. Sejumlah tiang pilar tampak menghiasi bangunan masjid segi delapan
ini. Tiang-tiang pilar ini berbentuk silinder dengan bagian atas menampilkan
model Corinthian-Romawi. Pilar-pilar tersebut difungsikan untuk menyangga
pelengkung-pelengkung yang bentuknya bermacam- macam; tapal kuda, bergerigi,
atau kombinasi keduanya. Sementara itu, pada bagian dinding masjid terdapat
pelengkung mati yang mengedapankan pola silang-silang dengan bagian pucuknya
patah. Selain stucco bercorak Moorish, cukup banyak naskah kaligrafi digunakan
untuk menghias ruang dalam masjid.
Ciri khas dari bangunan masjid ini
juga terletak pada bagian atap masjid. Atap Masjid al- Muqtadir ini berbentuk runcing seperti
kerucut, namun sisinya ada delapan mengikuti bentuk denah bangunan masjid. Atap
berbentuk runcing ini merupakan ciri khas bangunan berarsitektur Andalusia.
Bani Hud,
Penguasa Muslim Zaragoza
Aljaferia diambil dari nama
pendirinya, Abu Ja’far Ahmad bin Sulaiman (1049-1083). Abu Ja’far merupakan
penguasa Zaragoza dari Bani Hud, salah satu dari raja-raja kecil (Muluk At-Tawa’if)
yang berkuasa di Andalusia, Spanyol. Dinasti ini berkuasa pada kurun waktu
1039- 1118 M. Laman Wikipedia menyebutkan, Dinasti Bani Hud mulai menancapkan
kekuasaannya di wilayah Zaragoza setelah berhasil mengalahkan saingan mereka,
yakni Bani Tujibi. Di bawah pimpinan Sulaiman bin Hud Al-Judhami yang bergelar
Al-Mustain I, pasukan Bani Hud berhasil merebut Zaragoza dari tangan tentara
Bani Tujibi pada 1039. Al-Mustain I memerintah hingga tahun 1046.
Sepeninggalnya, tahta kerajaan diambil alih oleh putranya yang bernama Abu
Ja’far Ahmad bin Sulaiman yang bergelar Al-Muqtadir. Ia berkuasa dari tahun
1046 hingga 1081. Setelah kepemimpinannya, ia digantikan oleh Yusuf al-Mutamin (1081-1085).
Ahmad bin Yusuf (1085-1110) yang bergelar Al-Mustain II memegang tampuk
pemerintahan menggantikan Al-Mutamin. Ketiga pemimpin Bani Hud ini dikenal
sebagai pecinta budaya dan seni. Kendati memiliki kedaulatan penuh atas wilayah
Zaragoza, namun dalam perjalanannya penguasa Bani Hud dipaksa untuk tunduk
kepada penguasa Kristen dari Kerajaan Kastilia. Sejak awal 1055, mereka juga
diwajibkan untuk membayar upeti kepada penguasa Kastilia. Tidak hanya dari
Kerajaan Kastilia, ancaman terhadap kedaulatan Bani Hud juga datang dari dalam
negeri. Salah satunya adalah dari kelompok Al-Murabitun. Pada 1086, kelompok
yang terdiri dari orang-orang Afrika Utara ini berupaya untuk merebut wilayah
Zaragoza dari tangan penguasa Bani Hud.
Namun, upaya tersebut tidak
membuahkan hasil. Sebaliknya, pada Mei 1110 M, pasukan Bani Hud justru berhasil
memukul mundur orang-orang Al-Murabitun. Kendati berhasil mengatasi perlawanan
kelompok Al-Murabitun, namun penaklukan tersebut menjadi awal dari berakhirnya
kekuasaan Bani Hud di tanah Zaragoza. Penguasa terakhir Bani Hud, Imad al-Dawl
Hud Abdul Malik, dipaksa untuk meninggalkan ibukotanya dan bersekutu dengan
penguasa Kristen dari Aragon di bawah pimpinan Alfonso El Batallador. Pada
1118, pasukan Raja Alfonso berhasil merebut Kota Zaragoza dan menjadikannya
sebagai ibukota Kerajaan Aragon.
Daftar Pustaka :
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/08/28/m9gts3-
istana-aljaferia- gaya- andalusia-1 diakses pada pukul 22.49
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/08/28/m9gts3-
istana-aljaferia- gaya- andalusia-2 diakses pada pukul 22.49
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/08/28/m9gts3-
istana-aljaferia- gaya- andalusia-3 diakses pada pukul 22.49
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/08/28/m9gts3-
istana-aljaferia- gaya- andalusia-4habis diakses pada pukul 22.49
0 komentar:
Posting Komentar