MAKALAH
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Islam II
Dosen pengampu :
Siti Nadroh M, Ag.
Tugas ini disusun oleh : Kelompok 10
1.
Difa
Zhuhra 11151020000008
2.
Rizki
Romadhon 11151020000009
3.
Salman
Al Farisi 11151020000035
4.
Agitya
Estetika Nisa 11151020000040
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ........................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................2
1.3 Tujuan
Pembahasan.............................................................................2
BAB II ISI
2.1 Latar belakang berdirinya Kerajaan dan
Kesultanan Islam di Indonesia................................................................................................3
2.2 Kemajuan yang dapat dicapai Kesultanan Islam di
Indonesia...............................................................................................25
2.3 Pengaruh Kesultanan
Islam terhadap kehidupan masyarakat Indonesia...............................................................................................27
2.4 Kesulthanan Islam pada zaman Belanda, dan
meleburnya kesulthanan
Islam ke dalam NKRI...........................................................................29
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.....................................................................................31
3.2 Saran...............................................................................................32
DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................................33
KATA PENGANTAR
Puji dan
Syukur kami panjatkan
ke hadirat Allah
SWT karena
atas rahmat dan karunia-Nya makalah tentang
Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia ini dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Islam II pada Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Makalah ini disusun
berdasarkan literatur yang terpercaya, diakui dan dapat
dijadikan rujukan dalam menyusun sebuah karya ilmiah.
Dalam
penulisan makalah ini, kami menggunakan Bahasa Indonesia yang sederhana,
singkat, padat dan jelas. Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat baik kepada penulis maupun pembaca.
Kami mengucapkan terimakasih kepada
semua
pihak yang telah
membantu baik langsung
maupun tidak langsung
sehingga makalah tentang Kerajaan-Kerajaan
Islam Di Indonesia ini dapat terselesaikan dengan baik. Kami menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, sehingga kami berharap
pembaca dapat memberi kritik dan saran guna perbaikan makalah ini.
Maret 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk beragama islam terbanyak di dunia. Dalam sejarah tercatat bahwa islam masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat dan Persia. Perkembangan islam di Indonesia juga tidak terlepas dari keberadaan Kerajaan dan Kesultanan islam yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Sebut saja di pulau Sumatra terdapat Kerajaan Samudra pasai, di pulau Jawa terdapat Kerajaan Demak serta berbagai kerajaan lainnya yang tak kalah besarnya. Kerajaan Islam yang cukup banyak di wilayah Indonesia tentu tidak berjalan dengan mudah begitu saja. Dalam proses pendirian serta saat sudah berdiri banyak konflik, tantangan serta masalah yang melanda kerajaan yang harus diselesaikan oleh pemimpin kerajaan yaitu raja atau sultan. Kerajaan tersebut juga memiliki masa kejayaan atau kemajuan serta masa kemunduran yang menyebabkan kerajaan tersebut harus runtuh. Kini wilayah-wilayah bekas kekuasaan beberapa kerajaan-kerajaan islam telah bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai umat muslim di Indonesia alangkah baiknya bila kita mengetahui sejarah bagaimana kerajaa-kerajaan islam tersebut berdiri, serta akhirnya melebur dalam Negara Indonesia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa latar belakang berdirinya Kerajaan dan Kesultanan Islam di Indonesia ?
1.2.2 Apa saja kemajuan atau kejayaan yang dapat dicapai oleh Kerajaan dan Kesultanan Islam di Indonesia ?
1.2.3 Bagaimana pengaruh Kesultanan Islam terhadap kehidupan masyarakat Indonesia ?
1.2.4 Bagaimana keadaan Kesultanan Islam saat zaman penjajahan Belanda dan Bagaimana Kesultanan Islam melebur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Untuk mengetahui latar belakang berdirinya berbagai Kerajaan serta Kesultanan Islam di Indonesia
1.3.2 Untuk mengetahui berbagai kemajuan atau kejayaan yang dicapai Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia
1.3.3 Untuk mengetahui keadaan Kesultanan Islam di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana Kesultanan Islam melebur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
BAB II
ISI
2.1 Latar belakang berdirinya Kerajaan dan Kesultanan Islam di Indonesia.
1. Kesultanan Islam Di Sumatera
Berdasarkanbukti-bukti sejarah, Sumatera merupakan daerah Indonesia pertama yang mendapatkan pengaruh Islam. Secara geografis, hal itu sangat memungkinkan, karena pulau Sumatera memang terletak di wilayah bagian Barat dari Kepulauan Indonesia. Tetapi, posisi Sumatera sebagai penerima pertama pengaruh Islam, segera menurun ketika Malaka bangkit sebagai pusat niaga dan dakwah Islam terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-15. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, maka Sumatera mulai kembali memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di Kepulauan Indonesia.
Kesultanan Perlak (840 M – 1292 M)
Nama Perlak berasal dari nama “Kayu Perlak”. Kayu ini sangat baik untuk dijadikan bahan pembuatan perahu/kapal, sehingga banyak orang yang datang untuk mengambil “Kayu Perlak” tersebut. Atas dasar itulah kemudian daerah penghasil “Kayu Perlak” ini disebut dengan “Negeri Perlak”. Sebelum berdirinya Kesultanan Perlak, di Negeri Perlak telah berdiri sebuah kerajaan yang sederhana yang bernama Kerajaan Perlak.Perkembangan Perlak semakin baik ketika Kerajaan Perlak dipimpin oleh Pangeran Salman, seorang pangeran yang memiliki darah Kisra Persia. Keturunan dari Pangeran Salman inilah yang kemudian menikah dengan Muhammad Ja’far Shiddiq dan akhirnya menjadi cikal bakal dari Kesultanan Perlak.[1] Setelah berlabuh di Bandar Perlak, Ali bin Muhammad Ja’far Shiddiq menikah dengan putri istana Perlak. Putra pertama dari pernikahan antara Ali bin Muhammad Ja’far Shiddiq inilah yang kemudian diangkat menjadi sultan pertama di Kesultanan Perlak.[2] Putra pertamanya itu bernama Syed Maulana Abdul Azis Syah dan berhasil mendirikan Kesultanan Perlak pada tahun 840 sebagai Kesultanan Islam pertama di bumi Nusantara.[3] Kemudian Kesultanan Perlak dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Syah. Kemudian Sultan Abdul Rahim Syah digantikan oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Syah.Setelah dua tahun dari wafatnya Sultan Abbas Syah, maka dilantiklah Syed Maulana Ali Mughayat Syah sebagai sultan yang baru dari Kesultanan Perlak. Pada akhir masa pemerintah Sultan Abdul Malik Syah terjadi lagi konflik antara kaum Sunni dan kaum Syi’ah. Konflik itu terjadi selama empat tahun dan diakhiri dengan sebuah persetujuan damai dengan membagi wilayah Kesultanan Perlak menjadi dua, yaitu:
1. Perlak bagian pesisir dikuasai oleh kaum Syi’ah. Perlak pesisir dipimpin oleh Alaiddin Syed Maulana Syah, yang berkuasa pada tahun 976-988.
2. Perlak bagian pedalaman dikuasai oleh kaum Sunni. Perlak Pedalaman dipimpin oleh Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat, yang memerintah pada tahun 986-1023.
Pada tahun 986, Kerajaan Budha Sriwijaya melakukan penyerangan terhadap Kesultanan Perlak Pesisir. Setelah berakhirnya perang antara Kesultanan Perlak dengan Kerajaan Budha Sriwijaya, maka selanjutnya Perlak dipimpin oleh keturunan Sultan Malik Ibrahim Syah yang berasal dari kaum Sunni. Berikut nama-nama Sultan yang berkuasa di Kesultanan Perlak setelah mangkatnya Sultan Malik Ibrahim Syah :
1. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1023-1059.
2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1059-1078.
3. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1078-1109.
4. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1109-1135.
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1135-1160.
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1160-1173.
7. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1173-1200.
8. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1200-1230.
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Johan berdaulat, memerintah tahun 1230-1267. Sultan Muhammad Amin Syah II memiliki dua orang putri, yaitu putri Ratna Kamala dan putri Ganggang. Putri pertama dinikahkan dengan Sultan Malaka, Sultan Muhammad Syah alias Parameswara dan puteri Ganggang dinikahkan dengan Sultan Samudera Pasai, Al-Malik Al-Saleh.
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Azis Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 1267-1292.
Sultan Malik Abdul Azis Syah adalah sultan terakhir dari Kesultanan Perlak. Setelah dirinya wafat, Kesultanan Perlak digabungkan dengan Kesultanan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, putra Al-Malik Al-Saleh.[4]
Kesultanan Samudera Pasai (1267 M – 1521 M)
Kesultanan Samudera Pasai adalah kesultanan Islam kedua di Indonesia.[5] Setelah dewasa, Putri Betung dinikahkan dengan Merah Gajah oleh Raja Ahmad dan Raja Muhammad. Dari perkainan itu, Putri Betung melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu; Merah Silu dan Merah Hasum. Setelah Merah Silu masuk Islam, maka ia diberi nama Sultan Al-Malik Al-Saleh. Kemudian Sultan Al-Malik Al-Saleh menikah dengan Putri dari Kesultanan Perlak, yang bernama Putri Ganggang. Dari pernikahannya dengan Putri Ganggang, Sultan Al-Malik Al-Shaleh dikaruniai seorang anak laki-laki, yang diberi nama Al-Malik Al-Zahir.
Sultan Al-Malik Al-Zahir memerintah pada tahun 1326-1349. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al-Zahir, Kesultanan Samudera Pasai mengalami masa keemasannya. Tidak hanya itu, Samudera Pasai di bawah kepemimpinan Malik Al-Zahir juga berkembang menjadi pusat pengkajian dan pengembangan syiar Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al-Zahir, ia tidak hanya mampu menjadi Kesultanan Samudera Pasai pada puncak kebesaran dan kemegahannya, tetapi juga mampu menjadikan Kesultanan Samudera Pasai sebagai pusat pengkajian Islam sekaligus sebagai pusat penyebaran syiar-syiar Islam. Sultan Malik Al-Zahir juga telah mengutus para ulama untuk berdakwah di berbagai wilayah Nusantara. Di antaranya, mengutus Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak untuk berdakah di tanah Jawa. Dalam perkembangan berikutnya, Maulana Malik Ibrahim berhasil menjadi seorang pendakwah ulung di Jawa dan ulama ini lebih dikenal sebagai sesepuhnya Wali Songo. Sultan juga mengirim serombongan juru dakwah ke Sulawesi. Juru dakwah ini dipimpin oleh Raja Abdul Jalil bin Sultan Al Qahhar dan dibimbing oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Ali Al-Qaisar.[6] Menjelang akhir kepemimpinannya dan demi memenuhi rasa keadilan, Sultan Malik Al-Zahir terpaksa membagi Kesultanan Samudera Pasai pada dua orang anak laki-lakinya, yaitu Sultan Al-Malik Al-Mahmud dan Sultan Al-Malik Al-Mansur. Wilayah Samudera diberikan kepada Sultan Al-Malik Al-Mansur dan wilayah Pasai diberikan kepada Sultan Al-Malik Al-Mahmud. Setelah Sultan Al-Malik Al-Mahmud, Pasai diperintah oleh putranya yang bernama Sultan Ahmad. Posisi Kesultanan Samudera Pasai sebagai kota perdagangan dan penyebar agama Islam mulai merosot, bukan hanya diserang oleh Majapahit, tetapi juga oleh munculnya Kesultanan Malaka pada awal abad ke-15 di Semenanjung Melayu. Pada abad ke-15, Malaka tampil sebagai Kesultanan Islam terbesar di Asia Tenggara.
Kesultanan Aceh Darussalam (1496 M – 1903 M)
Menurut Hikayat Aceh, pendiri Kesultanan Aceh Darussalam adalah Sultan Muzaffar Syah (1465-1497).[7] Setelah Muzaffar Syah, Kesultanan Aceh Darussalam kemudian diperintah oleh Sultan Ali Mugayat Syah. Setelah memerintah sepuluh tahun, pada tahun 1530 Sultan Ali Mugayat Syah wafat, maka posisinya sebagai Sultan Aceh Darussalam digantikan oleh anaknya, Salahuddin (1530-1537). Pada pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah, Kesultanan Aceh Darussalam semakin luas sampai di Bengkulu di Pantai Barat, seluruh Pantai Sumatera Timur, dan Tanah Batak di pedalaman. Sultan Al-Qahhar digantikan oleh putranya Sultan Husin dengan gelar Sultan Ali Riayat Syah (1571-1579). Kesultanan Aceh kembali stabil setelah kekuasaan dipegang oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Sayid Al Mukammal (1589-1604). Sultan Alauddin Riayat Syah wafat pada tahun 1607, maka posisinya digantikan oleh putranya, Sultan Muda. Karena tidak pandai memerintah, maka posisi Sultan Ali Riayat Syah digantikan oleh keponakannya, Sultan Iskandar Muda yang memerintah antara 1607-1636.[8] Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya. Pada masa jayanya, Kesultanan Aceh menjadi Negara Islam yang paling kuat di Nusantara bagian Barat. Setelah menguasai berbagai wilayah, baik di Sumatera maupun di Semenanjung Melayu, maka perhatian Sultan Iskandar Muda segera difokuskan pada Portugis yang berkedudukan di Malaka. Sayangnya, Sultan Iskandar Muda tidak berhasil menguasai Malaka dari tangan Portugis.[9] Berhasilnya Sultan Iskandar Muda dalam mengembangkan Kesultanan Aceh sampai pada masa kejayaannya tidak dapat dilepaskan dari kemampuannya dalam membangun angkatan perangnya. Kesultanan Aceh memiliki armada yang besar dan didukung oleh kapal-kapal yang tangguh. Setelah Sultan Iskandar muda wafat, ia mendapat gelar Marhum Mangkuta Alam. Sebagai pengganti Sultan Iskandar Muda, maka diangkatlah Sultan Iskandar Tsani (1636-1641). Karena tidak memiliki keturunan, maka setelah Sultan Iskandar Tsani wafat, jabatannya sebagai Sultan diambil alih oleh istrinya, Sofiatuddin Tajul Alam (1641-1675), putri Sultan Iskandar muda. Setelah Sofiatuddin Tajul Alam wafat, jabatannya dilanjutkan oleh Inayat Syah (1678-1688), dan terakhir Sulthonah Kamalat Syah (1688-1699). Pada tahun1699, keluar fatwa dari Makkah, bahwa secara syariat wanita dilarang memimpin suatu Negara.[10] Setelah keluarnya fatwa tersebut, maka sultan-sultan yang memimpin Kesultanan Aceh Darussalam adalah sultan-sultan dari keturunan Arab. Mereka itu adalah Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin (1699-1702), Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1793), Sultan Jamalul Alam (1703-1726). Sultan Mahmud Syah akhirnya meninggal di pengungsian karena sakit. Sebagai penggantinya, maka rakyat Aceh mengangkat sultan yang baru, yaitu Sultan Muhammad Daud Syah. Ia meninggal dalam pembuangan pada tahun 1939. Sultan Muhammad Daud Syah adalah sultan terakhir dari Kesultanan Aceh.[11]
Kesultanan Palembang (1550 M – 1823 M)
Pada awalnya Palembang merupakan pusat Kerajaan Budha Sriwijaya. Kesultanan Palembang, ketika dilindungi oleh Majapahit sudah dipimpin oleh seorang sultan yang beragama Islam, yaitu Ario Damar (1455-1486). Ario Damar digantikan oleh Raden Suhun dan Pangeran Surodirejo. Setelah runtuhnya Majapahit, Kesultanan Palembang dipimpin oleh para bangsawan dari Demak dan Pajang. Mereka adalah Pangeran Sedo Ing Lautan (1547-1552), Kyai Gedeh Ing Suro Tuo (1552-1573), Kyai Gedeh Ing Suro Mudo (1573-1590), dan Kyai Mas Adipati (1590-1595). Para penguasa Kesultanan Palembang yang memerintah atas nama Mataram adalah Pangeran Madi Ing Angsoko (1595-1630), Pangeran Madi Alit (1630-1633), Pangeran Sedo Ing Puro (1633-1639)[12] , Pangeran Sedo Ing Pesarean (1651-1652), dan Pangeran Sedo Ing Rajek (1652-1659). Ketika Kesultanan Mataram dipimpin oleh Amangkurat I (1645-1677), hubungan antara Mataram dengan Palembang terputus dan Kesultanan Palembang mulai berdiri sendiri di bawah pimpinan Kyai Mas Endi Pangeran Ario Kusumo, adik Pangeran Sedo Ing Rajek. Setelah Sultan Susuhan Abdurrahman wafat, ia digantikan oleh putranya, Pangeran Jayo Ing Lago. Sepeninggal Sultan Muhammad, terjadi konflik istana di Kesultanan Palembang dan kemudian Raden Lumbu berhasil naik menjadi Sultan Palembang. Raden Lumbu digantikan oleh putranya, Pangeran Adi Kesumo (1758-1776). Ia digantikan oleh putra sulungnya, Muhammad Baha’uddin (1776-1803). Setelah Sultan Muhammad Baha’uddin wafat, maka jabatannya sebagai Sultan Palembang digantikan oleh Raden Muhammad Hasan.
Kesultanan Siak Sri Indrapura (1723 M – 1945 M)
Kesultanan Siak Sri Indrapura didirikan di Buantan[13] oleh Raja Kecik pada tahun 1723. Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah meninggalkan Johor dan pergi ke Bintan dan terus ke Bengkalis, hingga akhirnya sampai di pedalaman Sungai Siak, tepatnya di daerah Buantan. Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah kemudian diangkat sebagai Sultan Siak.[14] Sultan ini memerintah pada tahun 1723-1746. Setelah Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat, jabatannya digantikan oleh putranya, yaitu Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah II, yang memerintah pada tahun 1746-1765.[15] Pada tahun 1746, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah sebagai pendiri Kesultanan Siak wafat dan jabatannya sebagai Sultan Siak digantikan oleh Sultan Mohammad Abdul Jalil Jalaluddin Syah. Sultan ini hanya memerintah selama satu tahun dan kemudian jabatannya digantikan oleh Sultan Abdul Jalil Alimuddin Syah. Sultan ini memerintah pada tahun 1766-1780. Setelah Sultan Alimuddin Syah wafat, Kesultanan Siak dipimpin oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah, yang memerintah pada tahun 1780-1782. Setelah itu, jabatan Sultan Siak dipegang oleh Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah, yang memerintah pada tahun 1782-1784.[16]
Kesultanan Siak mengalami masa keemasannya, ketika dipimpin oleh anak Sayid Usman, yang memerintah pada tahun 1784-1811. Sultan Siak yang terakhir adalah Sultan As-Sayid Syarif Qasim II, yang memerintah pada tahun 1908-1946. Sultan As-Sayid Syarif Qasim II memiliki jasa yang besar dalam bidang pendidikan.
2. Kesultanan Islam di Jawa
Kesultanan Islam pertama di pulau Jawa adalah Kesultanan Demak. Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Raden patah adalah seorang anak dari istri Prabu Brawijaya V, seorang muslimah keturunan Cina yang dihadiahkan kepada Ario Damar sebagai adipati Palembang. Raden Patah dibesarkan di Palembang.[17] Sebelum didirikan Kesultanan Demak, di Jawa telah ada beberapa kota yang menjadi bandar niaga Islam yaitu Jepara, Gresik dan Tuban namun masih dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, Prabu Brawijaya mewariskan wilayah Demak kepada Raden Patah hingga akhirnya berdirilah Kesultanan Demak.[18] Berdirinya Kesultanan Demak juga tidak terlepas dari pengaruh Walisongo. Karena Sunan Ampel yang memerintahkan Raden Patah menjadi Sultan pertama di Demak dan sekaligus memberinya gelar Senapati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Gama.[19] Kesultanan Demak sendiri dibawah pimpinan Sultan ketiga mereka yaitu Sultan Trenggono berhasil menjadi pusat penyebaran dan pengembangan Islam di Jawa.
3. Kesultanan Islam di Banten
Banten merupakan wilayah di sebelah barat pulau Jawa dan terdapat Kesultanan Islam disana yaitu Kesultanan Banten. Kesultanan Banten didirikan oleh Fatahillah pada tahun 1525. Fatahillah merupakan seorang ulama terkenal dari Pasai yang meninggalkan wilayahnya karena telah dikuasai portugis. Ia memutuskan pergi ke Kerajaan Demak dan akhirnya menikah dengan adik dari Sultan Demak yaitu Sultan Trenggono dan ia diberi tugas menyebarkan islam di Jawa Barat dan pada tahun 1527 ia berhasil merebut pelabuhan sunda kelapa dari tangan Portugis dan menyebarkan islam disana. Fatahillah meninggal pada tahun 1570 di Cirebon pada usia 80 tahun sehinggakekuasaannya digantikan anaknya yakni Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin akhinya berhasil mengembangkan usaha penyebaran islam hingga ke Lampung dan sekitarnya[20]
4. Kesultanan Islam Di Maluku
Maluku adalah daerah yang dikenal dengan julukan Negeri Seribu Pulau. Pada sekitar abad ke 13, di Maluku sudah muncul beberapa kolano (kerajaan) yang memiliki peranan penting dalam bidang perdagangan. Pada awalnya yang disebut dengan kerajaan Maluku adalah Ternate, Tidore, Makian, dan Moti. Secara keseluruhan mereka disebut dengan “Moloku Kie Raha”, artinya “persatuan empat kolano”.Sesudah perjanjian Moti abad ke-14,Kolano Makian pindah ke Bacan dan Kolano Moti pindah ke Jailolo.[21] Para penguasa “Moluku Kie Raha” adalah keturunanJa’far Shadiq, ditengarai sebagai cucu Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. Ja’far Shadiq sampai di Maluku pada tahun 643 H/1250 Masehi dan menikahi seorang putri “Moloku Kie Raha” yang bernama Nur Sifa. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai empat orang putra dan empat orang putri[22]. Empat putra Ja’far Shadiq inilah yang menjadi kolano pertama yang ada di kawasan Maluku, yang adalah sebagai berikut:
1. Kaicil Buka (kolano Bacan)
2. Darajati (kolano Jailolo)
3. Sahajati (kolano Tidore)
4. Masyhur Malamo (kolano Ternate)
Dalam sejarah Maluku, Kolano Ternate dan Tidore yang banyak mendominasi sejarah kawasan Sulawesi. Jailolo dan Bacan kurang memainkan peranan penting dalam sejarah “Moluku Kie Raha”.
Kesultanan Ternate (1465)
Masyhur Malamo adalah raja Ternate pertam yang memerintah.Masyhur Malamo sendiri merupakan anak bungsu dari keturunan Ja’far Shiddiq dan putri Nur Sifa.[23] Sepeninggalan Masyhur Malamo Ternate dipimpin oleh:
1. Kaicil Yamin (1272-1284)
2. Kaicil Siale (1284-1298)
3. Kamalu (1298-1304)
4. Kaicil Ngara Lamo (1304-1317)
5. Patsyaranya Malamo(1317-1322)
6. Sida Arif Malamo (1317-1331)
7. Tulu Malamo
8. Bayanullah (1350-1375)
9. Marhum (1465-1486)
10. Zainal Abidin (1486-1500)
11. Bayanullah (1500-1522)
12. Deyalo(1528-1529)
13. Boheyat
14. Tabariji
15. Khairun Jamil(1535-1570)
16. Baabullah(1570-1583)
Pada masa Sida Arif Malamo banyak kemajuan yang didapat. Ternate mulai berkembang sebagai bandar niaga yang didatangi oleh berbagai pedagang dari Makassar,Jawa,Melayu,Cina,Gujarat,dan Arab. Para pedagan ini mulai menetap dan membuka pos-pos perdagangan di Ternate. Sebagai penguasa Sida Arif Malamomemberikan fasilitas bagi para pedagang, maka tak heran bila Ternate dalam waktu singkat dapat menjadi kota dagang dengan fasilitas yang baik. Sida Arif Malamo membuat pasar menadi tempat pertemuan antar pedagang dan rakyat Ternate, ia juga menjadi penguasa yang bergaul secra luwes dengan para pedagang asing. Maka tak heran bila terjadi kecemburuan sosial dikalangan rakyat Kolano yang ada di Maluku lainnya terutama Tidore dan Bacan. Mereka yang mengalami cemburu sosial melakukan aksikejahatan dan meresahkan seperti perampokan,pengahadangan,bentrok antar rakyat Tidore dan Bacan dengan rakyat Ternate dan nyaris tak dapat dikendalikan.[24] Sebagai pemimpin yang bijaksan dan memiliki sikap berpikiran maju, Sida Arif Malamomengambil langkah yang tepat untuk membuat perjamuan atau undangan untuk para kolano Tidore,Jailolo dan Bacan di Moti.agenda pertemuannya adalah membahas upaya perdamaian dan peredam ketegangan yang terjadi. Suasana “Moluku Kie Raha” selama 20 tahun pun berjalan dengan damai dan aman. Keadaan berubah kembali pada masa Tulu Malamo naik tahta,ia secara sepihak membatalkan pertemuan Moti. Ia melakukan kepemimpinan ekspansionisme dan menyerbu sebuah pulau yang kaya akan cengkeh yaitu Makian.setelah itu ia digantikan oleh Bayanullah dan Marhum. Marhum adalah kolano Ternate yang pertama memeluk Islam.ia mendapat seruan dakwah dari seseorang pedagang asal Minangkabau yaitu,Datu Maulana Husein, yang meupakan murid Sunan Giri.[25] Keahliannya dalam hal agama, membaca ayat-ayat Al-Quran dan keindahan kaligrafinya telah menjadi saran islamisasi di kawasan Ternate dan sekitarnya. Kolano Marhum wafat dan dimakamkan menurut syariat islam dan itu adalah pertama kalinya seorang kolano ternate pertama yang di makamkan secara syariat islam. Lalu tampuk kerajaan dipegang oleh anaknya, Sultan Zainal Abidin. Mulai saat ini gelar kolano digantikan oleh gelar Sultan. Sultan Zainal Abidin membuat beberapa perubahan anatara lain menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan dan sejak itu menjadi kesultanan, ia juga membentuk lembaga kesultanan yang baru, yaitu Jolebe atau Bobato Akhirat. Tugas jolebe adalah membantu Sultan dalam masalah keagamaan. Dan yang terakhir Sultan Zainal Abidin juga menempatkan seorang sultan sebagai Pembina agama islam yang membawahi jobele. Perubahan ini pun diikuti oleh kesultanan-kesultanan “Moloku Kie Raha” lainnya.[26] Untuk memperdalam ajaran islam, Sultan Zainal Abidin pergi berguru ke Sunan Giri di Jawa. Seakan belum puas akan pembelajarannya bersama Sunan Giri,ia memutuskan untuk pergi ke Malaka untuk melanjutkan pembelajarannya. Ia kembali ke Ternate dan membawa beberapa ulama untuk mengajar agama islam di Ternate. Setelah wafatnya Sultan Zainal Abidin, Sultan Bayanullah menggatikan posisinya sebagai Sultan Ternate. Sebagai Sultan yang baru, ia menetapkan sejumlah sejumlah peraturan baru yang islami, seperti pembatasan poligami larangan kumpul kebo, pergundikan dan lain sebagainya. Dengan berbagai kebijakan ini, Sultan Bayanullah berhasil mengembangkan Islam di wilayah Kesultanan Ternate. Portugis mulai masuk ke Ternate pada tahun 1512 dibawah kepemimpinan Sultan Bayanullah. Mereka dengan liciknya membuat strategi agar bisa memonopoli politik di Ternate. Hingga terjadi bebererapa kericuhan yang menelan korban dari pihak kerjaan Ternate, seperti diracunnya salah satu Sultan Ternate yang dalam pandangan rakyat merupakan sultan yang berwibawa,baik,dan tenang yaitu Sultan Khairun. Jasad beliau dipotong-potong dan dibuang ke laut oleh penjajah Portugis setelah di ingkarinya suatu perjanjian oleh bangsa Portugis.[27] Sultan Baabullah sebagai putra sultan Khairun kemudian segera dilantik menggantikan ayahnya menjadi Sultan Ternate.saat dilantik,ia menyentakan pedang ayahnya dan menyatakan perang melawan Portugis dan mengusir Portugis dari tanah Ternate.Sultan Baabullah juga menyerang dan mengepung benteng-benteng yang dikuasai oleh Portugis dan akhirnya dapat memukul mundur Portugis dari Ternate.
Dibawah kepemimpinan Sultan Baabullah, Ternate mendapatkan puncak kejayaannya. Ia dapat menaklukan banyak daerah dan negeri-negeri sepanjang pantai Sulawesi Timur. Bahkan Kesultanan Ternate sampai di Kepulauan Sulu, Filipina. Karena keberhasilannya menaklukan banyak pulau, maka Sultan Baabullah diberi gelar “Penguasa 72 Pulau”. Sultan Baabullah wafat ketika ia dijebak dan dibunuh secara kejam oleh Portugis, saat ia menanti kabar tetntang pembunuh ayahnya, Sultan Khairun.[28] Dalam sejarah Nusantara pada abad ke 16 kepemimpinan Sultan Khairun dan Sultan Baabullah dapat disejajakan dengan kepemimpinan Sultan Trenggono dari Kesultanan Demak, Fatahilah dari Kesultanan Banten, dan pemimpin-pemimpin ulung yang lain dari berbagai Kesultanan Nusantara.
Kesultanan Tidore (1495)
Berdasarkan silsilah Kerajaan Maluku Utara, raja Tidore yang pertama Sahajati adalah saudara Masyhur Malamo. Raja Ciriliyati adalah raja Tidore yang pertama masuk islam, setelah mendapat seruan dakwah dari seorang mubaligh Arab yang bernama Syaikh Mansur. Ia diberi gelar Sultan Jamaluddin. Setelah Sultan Jamaluddin wafat digantikan oleh putra sulungnya yaitu Sultan Mansur. Pada tahun 1521 Sultan Mansur menerima kedatangan Spanyol dengan senang Hati, Spanyol juga membawa beberapa buah tangan untuk Sultan Mansur. Bahkan ia mengizinkan mereka untuk menggelar barang dagangan di pasar. Bahkan, diizinkan perdagangan secara barter yang memonopoli perdagangan di Tidore.Dengan cepat cengkeh-cengkeh di Tidore habis tak bersisa sehingga harus mencari di tempat lain seperti Moti,Makian, dan Bacan. Keistimewaan ini ditanggapi dengan protes dari pihak Portugis dan mereka akhirnya melakukan penyerangan terhadap kerajaan Tidore yang bertujuan untuk merebut Tidore dari pengaruh Spanyol.Tidore sempat jatuh ke tangan Portugis namun, dapat direbut kembali.Sultan Mansur wafat pada tahun 1526 dan digantikan oleh putra bungsunya, Amiruddin Iskandar Zulkarnain yang dibantu oleh seorang mangkubumi yang bernama Kaicil Rade, ia sangat disegani Portugis dan Spanyol.[29]Pada masa pemerintahannya terjadi beberapa kali peperangan dengan Portugis dan Ternate. Peperangan ini terjadi karena Sultan Amiruddin melindungi Sultan Deyalo, Sultan Ternate dilengserkan oleh Portugis. Perang dapat diselesaikan melalui sebuah perjanjian damai yang isinya adalah menghapuskan monopoli perdagangan rempah-rempah oleh Portugis dan Portugis harus keluar dari wilayah mereka. setelah terciptanya perdamaian, kerajaan Bacan dan Jailolo juga membuat perjanjian damai dengan Portugis. Sultan Amiruddin wafat pada tahun 1547 dan digantikan dengan Sultan Kie Mansur, Iskandar Sani, dan Gapi Baguna setelah itu Sultan Saifuddin dilatik menjadi Sultan Tidore selama 32 tahun pemerintahannya ia dikenal sebagai pemimpin yang tenang dalam berfikir dan bertindak. Ia juga membangun kembali Maluku berdasarkan empat pilar kekuasaan, yaitu Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo. Dan banyak upaya perdamaian dengan pihak-pihak lainnya. Dalam kurun waktu hampir srratus tahun setelah wafatnya Sultan Saifuddin, Tidore belum memiliki sultan yang setara dengan Sultan Saifuddin. Pergolakan demi pergolakan pun terjadi. Hingga pada saat Sultan Jamaluddin berkuasa telah terjadi tuduhan kepadanya dan akhirnya ia beserta keluarganya ditangkap oleh Belanda lalu dibuang ke Batavia dan kemudian ke Sri Langka. Belanda pun ikut campur dalam pemilihan pemimpin kesultanan Tidore selanjutnya, mereka mengangkat Patra Alam sebagai Sultan Tidore yang baru, padahal yang berhak untuk menggantikan Sultan Jamaluddin adalah Kaicil Nuku.pada saat itu Kaicil Nuku meninggalkan Tidore, ia mendirikan pusat perlawanan terhadap Belanda diantara Patani dan Weda. Kepada para pembantunya, Kaicil Nuku menginstruksikan akan membangun komunikasi dengan Spanyol dan Inggris yang ada di perairan Maluku. Patra Alam digantikan oleh Sultan Kamaluddin, setelah Patra Alam diserbu istananya oleh rakyat Tidore. Pada masa kepemimpinan Sultan Kamaluddin bisa dianggap sebagai masa pemerintahan yang paling buruk karena ia merupakan sultan yang suka berjudi. Sultan Nuku mengerahkan armadanya dengan kekuatan 79 kapal menuju Tidore, dan Tidore pun berhasil direbutnya pada tanggal 12 April 1797. [30]
Pada masa pemerintahan Sultan Nuku, Tidore mencapai masa kejayaannya, yang mana wilayah yang dikuasai sampai ke Papua bagian barat, Kepulauan Raja Ampat, Seram bagian timur, Kepulauan Kei, Kepulauan Aru bahkan sampai di Kepulauan Pasifik. Sultan Nuku berhasil menghidupkan kembali kebesaran Kesultanan Tidore dengan menguasai seluruh wilayah Tidore seutuhnya. Sultan Nuku juga berhasil menghidupkan kembali Kesultanan Jailolo yang telah mati dalam waktu yang cukup lama. Selanjutnya ia dapat menciptakan persekutuan tiga kesutanan di Maluku yaitu, Tidore, Bacan, Jailolo. Setelah Sultan Nuku wafat, sultan-sultan setelahnya sering terlibat dalam konflik meributkan tahta dan jabatan sebagi Sultan Tidore, ini diperparah dengan adanya campur tangan Belanda dalam setiap alih kepemimpinan di Tidore.[31]
Kesultanan Jailolo ( sebelum 1521)
Darajati adalah kolano pertama yang berkuasa di Jailolo. Ia merupakan saudara dari para penguasa pertama Tidore dan Ternate. Setelahnya secara berturut-turut Fataruba,Tarakabun,Nyiru,Yusuf,Dias, Bentari, Sagi, Dan Sultan Hasanuddin yang menjadi kolano berikutnya. Dulunya Jailolo sering menjadi daerah taklukan Ternate sebelum menjadi sebuah kesultanan. Sultan Hasanuddin lah kolano pertama yang memeluk agama islam, setelah mendapat seruan dakwah dari para pedagang Melayu. Beberapa kebijakan yang dibuat Sultan Hasanuddin dalam masa kekuasaannya sangat membantu penyebaran islam di Jailolo, diantaranya kebijakan yang mewajibkan bagi para pemegang jabatan di Jailolo wajib memeluk agama islam, dan lain hal sebagainya. Dengan kebijakan ini Sultan Hasanuddin dapat menyebarkan agama islam bahkan sampai ke suku pedalaman Alifuru. Sultan Yusuf atau anak dari Sultan Zainal Abidin Syah naik tahta menjadi sultan Jailolo pada tahun 1527 dan mengangkat Katarabumi sebagai Mangkubumi. Ia berhasil membebaskan Jailolo dari tekanan Ternate,namun pada tahun 1551 Portugis berhasil menaklukan Jailolo dan Katarabumi pun meninggal setelah pergi meninggalkan istana dan meminum racun.
Bertahun-tahun Jailolo terombang-ambing tanpa pemimpin yang kuat. Hingga Sultan Saifuddin dilantik pada tahun 1657 ia bertekad untuk menghidupkan kembali Kesultanan Jailolo sebagai salah satu pilar dari empat pilar Moloku Kie Raha.[32] Akan tetapi, sayangnya ide itu tak dapat terwujud semasa hidupnya, ide tersebut dapat terwujud ketika Sultan Nuku sebagai Sultan dari Tidore naik tahta dan mewujudkan gagasan ide Sultan Saifuddin. Ia mengangkat Sultan Muhammad Arif Billah sebagai Sultan Jailolo berikutnya. Sayanganya, setelah Sultan Nuku wafata pada tahun 1805, takada satupun yang dapat melanjutkan kekuasaan sebaik Sultan Nuku. Sehingga kawasan Maluku, Kesultanan Jailolo kembali lemah dan berada di bawah hegemoni Belanda.[33]
Kesultanan Bacan (1521)
Berdasarkan hikayat Bacan, Kaicil Buka alias Said Muhammad Baqir adalah kolano Bacan yang pertama, dan saudara dari para pendiri kerajaaan Moloku Kie Raha yang lain.pada awalnya pusat pemerintahan Bacan berada di puncak Gunung Makian. Setelah terjadi pertemuan Moti yang diadakan oleh Sultan Ternate, Sida Arif Malamo, pusat pemerintahan pun dipindahkan ke daerah Bacan. Ketika Tulu Malamo, Sultan Ternate berikutnya melanggar secara sepihak perjanjian tersebut dan menguasai Pulau Makian, Sida Hasan yang bekerjasama dengan kolano Tidore berhasil merebut kembali pulau tersebut dan beberapa desa di sekitar Pulau Bacan dari tangan Ternate. Pada tahun 1521 Sultan Zainal Abidin menjadi sultan Bacan yang pertama memeluk agama islam, ia digantikan oleh putra sulungnya yaitu Kaicil Bolatu sebagai Sultan Bacan setelah kewafatannya. Setelah itu secara berturut-turut Sultan Alauddin I, Sultan Muhammad Ali, dan Sultan Alauddin II. Pada masa Sultan Alauddin II, Ternate mengembalikan seluruh Pulau Makian kepada Bacan, ia mempercayakan adiknya Kaicil Musa menjalankan pemerintahan disana. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin II, ia sempat membuat suatu keputusan yang menghebohkan dengan menjual Pulau Obi kepada Belanda seharga 800 ringgit. Setelah ia wafat, Kaicil Musa yang memegang tampuk kepemimpinan Bacan dan mengangkat kaicil Tojimlila sebagai pemimpin Makian. Dan berturut-turut setelahnya Sultan Kaicil Kie sebagai sultan Bacan dan Kaicil Lewan sebagai pemimpin terakhir di Makian setelahnya, karena pada akhirnya Makian diserahkan kepada Ternate. Dalam sumber lain menyebutkan bahwa setelah Sultan Alauddin II wafat yang menjadi sultan di Bacan adalah Sultan Musom, kakak dari Sultan Alauddin II. Setelah itu, Kesultanan Bacan dipimpin oleh Sultan Mansur, ia dipandang seorang sultan yang cerdas dan memiliki kekuatan fisik yang bagus, ia juga memiliki keterampilan membuat perhisan emas dan perak. Ia juga mengajarkan para rakyatnya untuk tidak bermalas-malasan. Sultan Musom yang merupakan adik dari Sultan Mansur, dilantik menjadi sultan Bacan berikutnya. dibawah kekuasaannya ia dapat menaklukan beberapa daerah baru, diantaranya Gane, Saketa,Obi,Foya, dan Mafa. Seperti halnya Kesultanan Jailolo, Bacan juga tak memiliki sebuah peranan penting di kawasan Maluku, hingga masuknya bangsa Eropa, Bacan juga tidak mampu untuk memiliki peranan yang cukup signifikan dan Bacan juga tak memiliki penguasa yang dapat disetarakan dengan Sultan Khairun,Baabullah,Saifuddin dan Sultan Nuku dari Ternate dan Tidore.[34] Sultan Zainal Abidin, Beliau mendirikan pesantren dan mendatangkan guru-guru (ulama) dari Jawa. Selain itu, Zainal Abidin juga berusaha menyebarkan Islam lewat ekspansi kekuasaannya.
5. Kerajaan Islam Di Sulawesi
Kerajaan Islam Gowa
Cikal bakal Kesultanan Makassar adalah Kerajaan Gowa yang didirikan oleh Tumanurung, sebelum Tumanurung, Gowa terdiri dari sembilan daerah yang otonom, yaitu Tombolo, Lakiung, parang-parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan kalli. Kesembilan daerah ini disebut dengan Bate Salapang. Di bate salapang tersebut sering terjadi pertikaian dan dengan kehadiran seorang perempuan yang tidak diketahui asal-usulnya maka mereka menyebutnya Tumanurung. Tumanurung membawa berkah tersendiri kepada bate salapang. Karena ia mampu menjadi pemersatu di bate salapang, maka Tumanurung pun diangkat menjadi raja pertama dari kerajaan Gowa[35]. Dalam perkembangan berikutnya, tepatnya pada masa pemerintahan raja Gowa VI, wilayah Gowa dibagikan kepada kedua putranya, yaitu Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero. Batara Gowa melanjutkan kekuasaan Gowa sebagai Raja Gowa VII, dan adiknya mendirikan kerajaan baru yang bernama Kerajaan Tallo. Kedua kerajaan tersebut sering disebut sebagai ”kerajaan kembar”[36]. Pada awal abad ke-16, ketika Gowa dipimpin oleh Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna. Raja ini berhasil mempersatukan Kerajaan Gowa dengan Kerajaan Tallo. Setelah bergabung mereka disebut dengan Kerajaan Makassar. Setelah Karaeng Tumapa’risi’ meninggal, maka ia digantikan dengan Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga (1546-1565). Pada masa pemerintahannya sudah banyak pedagang-pedagang yang menetap di makassar. Setelah Raja Gowa X meninggal, ia digantikan oleh I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta sebagai Raja Gowa XI. Beliau tewas ketika berperang melawan kerajaan Bone dan digantikan dengan Raja Gowa XII, Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo. Setelah beberapa tahun kemudian. Raja Makassar pertama yang masuk Islam adalah I Mangarai Daeng Manrabia Sultan Alauddin sebagai Raja Gowa XIV. Ia memerintah dari Tahun 1593-1639 M. Pada tahun 1603 M, kerajaan Islam Gowa diproklamirkan sebagai kerjaan Islam Makasar. Setelah wafat pada tahun 1638 M, posisinya digantikan oleh anaknya bernama Hasanudin. Ia dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1631 M. Nama kecilnya adalah Mallombassi atau Muhammad Bakir. Setelah dewasa ia bergelar Karaeng Mattawang. Sebagai anak raja Gowa, ia bergelar Karaeng Bontomangape. Setelah dinobatkan sebagai raja Makasar ke 16, ia bergelar Sultan Hasanudin, yang memerintah dari tahun 1653-1669 M. Pada masa pemerintahannya, kerajaan islam Gowa mencapai masa kejayaannya, sehingga Gowa menjadi kerajaan islam terbesar di Indonesia Timur. Pada tanggal 9 November 1607, Sultan Alauddin mengeluarkan dekrit untuk menjadikan Islam sebagai agama kerajaan dan agama masyarakat. Tetapi, ketikat beliau ingin menyeberkan Islam kepada kerajaan-kerajaan lain, sebagian dari kerajaan-kerajaan itu menerimanya akan tetapi, ada tiga kerajaan yang menolaknya yang tergabung dalam Kerajaan Tellumpoccoe, yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Soppeng dan Wajjo. Pada tahun 1609 Kerajaan Soppeng berhasil ditaklukan dan memeluk Islam, lalu diikuti oleh kerajaan Wajjo pada tahun 1610. Kemudian, pada tahun 1611 kerajaan Bone berhasil ditaklukan dan memeluk islam dan pada masa pemerintahan Sultan, beliau berhasil menguasai seluruh kerajaan di Sulawesi. Tidak hanya itu, beliau juga berhasil merintis Somba Opu sebagai bandar niaga maritim di Indonesia Timur. Setelah Sultan Alauddin wafat, posisinya digantikan oleh Sultan Malikus Said. Sultan ini memerintah pada tahun 1639-1653. Sultan Malikus Said berhasil meneruskan Kepemerintahannya Sultan Alauddin sehingga ia berhasil membawa Kesultanan Makassar mengalami masa keemasannya. Setelah Sultan Malikus Said wafat, ia digantikan oleh putranya, Sultan Hasanudin, masa pemerintahannya tahun 1653-1669. Ketika Belanda berusaha ingin memonopoli perdagangan rempah – rempah di Indonesia Timur, ditentang habis-habisan oleh Sultan Hasanudin. Penentangan ini membuat marah Belanda (VOC) dengan melakukan serangan ke Makassar. Serangan Belanda dibawah kepemimpinan Cornelis Janszoon Speelman, mendapat bantuan dai Aru Palaka dan pasukan Bugisnya. Serangan ini menyebabkan Makassar mengalami kekalahan. Untuk mengikat kekuatan atas kemenangan Belanda, diadakan perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667 M.
Perjanjian itu berisi:
a. VOC berhak menguasai dan memonopoli perdagangan di Makasar.
b. Sultan Hasanudin harus mengakui kekuasaan VOC di Makasar.
c. Sultan Hasanudin harus membayar seluruh biaya perang.
d. Aru Palaka ditetapkan sebagai raja.[37]
pada tanggal 12 April 1668 M, terjadi lagi peperangan antara kerajaan Gowa dengan VOC. Pertempuran yang berjalan lebih kurang satu tahun menyebabkan jatuhnya benteng Sombaopou ke tangan Belanda pada tanggal 24 Juni 1669 M. Setelah itu, Sultan Hasanudin mengundurkan diri dan Akhirnya wafat pada tanggal 12 Juni 1670 M. Sejak saat itu, tidak terdengar lagi cerita mengenai kerajaan Islam Gowa.
Kerajaan Buton
Kerajaan Buton berawal dari datangnya dua rombongan Melayu Johor ke Buton, sekitar abad ke-13 dan awal abad ke-14. Rombongan tersebut dipimpin oleh Sipanjonga, Sijawangkati, Sitamanajo, Simalui. Sehingga mereka disebut dengan “Mia Patamiana”, artinya empat orang pemimpin rombongan. Mereka juga berhasil memersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Buton. Raja pertama di Buton adalah Wa Khaa Khaa. Ia memerintah pada tahun1332. Raja Buton yang pertama masuk Islam adalah Mulae. Ia memeluk islam karena seruan dakwah dari Syaikh Abdul Wahid, seorang mubaligh berdarah Arab yang berasal dari Semenanjung Melayu. Setelah ia memeluk islam ia mengganti nama menjadi Muhammad Idham dan ia memerintah pada tahun 1511-1538. Setelah beliau wafat ia digantikan oleh Lakilaponto dan ia orang pertama yang diberi gelar sultan di Kesultanan Buton. Setelah dilantik ia diberi gelar Sultan Kaimuddin. Ia berhasil menanamkan nilai-nilai islam dalam kehidupan masyarakat[38]. Dalam semboyannya:
Bolimo arataa somanamo karo
Bolimo karo somanamo lipu
Bolimo lipu somano agama
Artinya:
Tiada perlu harta asalkan diri selamat
Tiada perlu diri asalkan negeri aman dan damai
Tiada perlu negeri asalkan agama tetap hidup ditengah tengah masyarakat[39]
Pada tahun 1610, Sultan Dayanu Ikhsanuddin berhasil menetapkan Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton. Undang-Undang ini lebih dikenal dengan nama “Martabat Tujuh”. Berdasarkan Undang-Undang Martabat Tujuh yang berhak menjadi Sultan Buton adalah keturunan “kaomu”(bangsawan). Undang-Undang Martabat Tujuh telah mengubah sistem politik kesultanan Buton, dari sistem monarki menjadi demokrasi aristokrasi. Sultan terakhir Buton adalah La karambau, kesultanan Buton tidak lagi memiliki sultan yang mengikuti pola perjuangan La karambau. Dengan demikian, kesultanan Buton lebih banyak menjaga hubungan yang harmonis dengan penjajah Belanda daripada berdaulat menentukan nasibnya sendiri. Dengan arti kata, Kesultanan Buton tunduk pada apa-apa yang diputuskan kompeni Belanda atas Kesultanan Buton.
6. Kerajaan Islam Di Nusa Tenggara Barat
Kerajaan Bima
Mulanya masyarakat Bima adalah suku Dongsong dari Yunan (Vietnam). Pada mulanya mereka tinggal di pesisir utara Pulau Sumbawa (Bima), tepatnya di desa yang sekarang bernama Sapunggu (Sam MpungNgun). Mereka kemudian menyebar ke segala arah di daerah tersebut dan membentuk marga sendiri-sendiri. Setelah lama hidup berkelompok, mereka akhirnya berkembang membangun pola hidup yang memiliki pemerintahan, dan kemudian berubah menjadi Kerajaan Bima dan menjadi Kesultanan Bima. Raja Bima yang masuk Islam pertama kali adalah La Kai, Raja Bima ke-26, ia masuk Islam paada tanggal 7 februari 1621. Setelah masuk Islam, ia diberi gelar sebagai Sultan Abdul Khair. Pada tahun 1691, La Kai memimpin para bangsawan melarikan diri ke makassar, karena terlibat dalam perebutan tahta di kerajaan Bima. Selama di Makassar, ia belajar agama pada Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro. Pada tahun 1640, atas bantuan kesultanan Makassar, La Kai berhasil merebut tahta kerajaan Bima dan mengangkat dirinya sebagai orang islam pertama yang berkuasa di Kerajaan Bima. Dengan berkuasanya sultan Abdul Khair ini, maka Kerajaan Bima pun berubah menjadi Kesultanan Bima.[40] Sebelum datangnya Islam, kepercayaan Masyarakat Bima adalah Makakamba Makakimbi. Yang dimaksud MakakambaMakakimbi adalah kepercayaan akan adanya suatu kekuatan yang luar biasa yang mengatur seluruh alam semesta. Kekuatan itu disebut dengan Marafu. Selain makakambamakakimbi, masyarakat juga mempunyai kepercayaan Toteisme, yaitu kepercayaan yang meyakini bahwa binatang memiliki kekuatan gaib. Pada saat pemerintahannya Sultan Muhammad Salahuddin, Putera dari Sultan Ibrahim, dilahirkan pada tahun 1888 (jam 12.00, 15 Zulhijah 1306 H). Dilantik menjadi Sultan Bima XIII pada tahun 1917. Setelah wafat diberi gelar “Ma Kakidi Agama”, karena menjunjung tinggi agama serta memiliki pengetahuan yang mumpuni dan luas dalam bidang agama. Sejak berumur 9 tahun, memperoleh pendidikan dan pelajaran agama dari ulama terkenal, diantaranya: H. Hasan Batawi dan Syech Abdul Wahab. Ia memiliki koleksi buku-buku agama karya ulama-ulama terkenal dari Mesir, Mekkah, Medinah, dan Pakistan. Juga karya oleh Imam Syafi’i. Ia mendalami Ilmu Fiqh. Pada era pemerintahannya, tidak mengherankan apabila perkembangan agama mengalami kemajuan pesat terutama di bidang pendidikannya. Wazir Ruma Bicara yang dipegang oleh Abdul Hamid (menggantikan Muhammad Qurais) pada era itu juga mempunyai peran dan menaruh perhatian yang amat besar dalam bidang yang sama.
7. Kerajaan Islam Di Kalimantan
Kesultana Banjar
Menurut Hikayat Bandar, Kesultanan Banjar bermula dari konflik istana yang terjadi di Kerajaan Daha-Hindu, antara Pangeran Tumenggung dan Pangeran Samudera. Pangeran Samudera kalah dan pergi meminta bantuan kepada Kesultanan Demak, yang ketika itu dipimpin oleh Raden Fatah. Kesultanan Demak bersedi membantunya, tapi dengan syarat Pangeran Samudera bersedia masuk Islam dan apabila berhasil berkuasa, maka ia ikut bertanggung jawab dalam menyebarkan agam Islam di Kalimantan. Akhirnya, Pangeran Samudera menjadi Sultan pertama di Kesultanan Banjar. Pada tahun 1852, konflik istana Kesultanan Banjar masih berlanjut. Dalam hal ini, terdapat dua putra mahkota, yaitu Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Tamajidillah. Secara tradisi, kedudukan Pangeran Hidayatullah lebih kuat untuk menggantikan ayahnya sebagai Sultan, tetapi akibat campur tangan Belanda, maka yang berhasil menjadi Sultan adalah Pangeran Tamajidillah. Setelah dilantik menjadi Sultan Banjar, maka ia diberi gelar Sultan Sulaiman Muda. Sayangnya, para rakyat tidak senang dengan sultan tersebut, karena ia dekat dengan Belanda. Munculah Pangeran Antasari, seorang keluarga istana di Istana Banjar, bergerak memimpin gerakan rakyat Banjar menentang kekuasaan Pangeran Tamajidillah. Setelah menang, maka Pangeran Antasari segera diangkat menjadi pemimpin rakyat yang baru dan diberi gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Rakyat Banjar dalam meyakini dalam Islam. Mereka membuat dzikirkhusuh, yaitu
“La ilahaillallah menadah kepada Tuhan, rizki minta murahkan, bahaya minta jauhkan, umur minta panjangkan, serta iman
La ilahaillallahtumat di Makkah ke Madinah disitu tempat Rasulullah.
La ilahaillallahtumat di Makkah ke Madinah, disitu tempat Siti Fatimah.
La ilahaillallah hati yang sidiq, iya maulana, iya Muhammad Rasulullah
La ilahaillallah hati yang mukmin bait Allah.
La ilahaillallah Nabi Muhammad hamba Allah.
La ilahaillallah Nabi Muhammad pesuruh Allah.
La ilahaillallah Muhammad Rasulullah.
La ilahaillallah Muhammad sifat Allah.
La ilahaillallah Muhammad auliya Allah.
La ilahaillallah Maujud Hamba Allah.
La ilahaillallahLa ilahaillallah.”[41]
Wirid inilah yang dibaca oleh rakyat Banjar dalam memperkuat keyakinan dan memperkokoh semangat jihad dalam berperang melawan Belanda.
Kesultanan Kutai
Kesultanan Kutai adalah kelanjutan dari kerajaan Hindu Kutai Kertanegara yang sudah berdiri sejak 1300. Islam masuk ke Kalimantan Timur pada abad ke-17 melalui dua arah, yaitu dari Kalimantan Selatan, yang berasal dari Kesultanan Banjar, dan dari arah timur, yang dibawa oleh para pedagang Bugis-Makassar. Islam yang datang diterima baik oleh Kerajaan Kutai dan kemudian berubah menjadi Kesultanan pada abad ke-18. Sultan pertama yang memrintah di Kesultanan Kutai adalah Sultan Aji Muhammad Idris. Ia memerintah pada tahun 1732-1739. Sultan Aji Muhammad Idris Syahid saaat berperang melawan Belanda di Makassar. Sepeninggal Sultan Aji Muhammad Idris, tahta Kesultanan Kutai direbut oleh Aji Kado, yang sebenarnya tidak berhak atas tahta kesultanan. Dalam peristiwa perebutan tahta ini, putra mahkota Aji Imbut dilarikan ke Wajo. Sejak itu, Aji Kado resmi menjadi Sultan Kutai dan diberi gelar Sultan Aji Muhammad Aliyuddin. Ia memerintah pada tahun 1739-1780. Setelah dewasa, Aji Imbut kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan-kalangan yang setia pada mendiang Sultan Muhammad Idris. Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kertanegara dengan gelar Aji Muhammad Muslihuddin. Sejak itu, dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado alias Sultan Aji Muhammad Aliyuddin. Akhirnya, Aji Imbut berhasil merebut tahta Kesultanan Kutai Kertanegara, sedangkan Aji Kado dijatuhi hukuman mati dan dimakamkan di pulau Jembayan. Ia memerintah pada tahun 1780-1816. Kontak dengan bangsa Eropa dimulai Kesultanan Kutai pada tahun 1844, ketika kapal Inggris dibawah pimpinan Erskine Murray datang ke wilayah ini. Orang Inggris datang dengan kesombongan, sehingga rakyat Kutai menjadi marah dan mereka pun melakukan perlawanan dan berhasil mengalahkan ErskineMurray. Dalam peristiwa ini, ErskineMurray tewas di muara Sungai Mahakam.[42]
2.2 Kemajuan yang dapat dicapai Kesultanan Islam di Indonesia
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di Sumatera
1. Kesultanan Perlak
- Berkembangnya Perlak seagai pengembangan syiar Islam.
2. Kesultanan Samudera Pasai
- Berkembangnya Samudera Pasai sebagai pusat pengkajian dan pengembangan syiar Islam.
- Bandar Samudera Pasai sebagai Bandar niaga.
- Adanya para ulama untuk berdakwah di berbagai wilayah Nusantara.
3. Kesultanan Aceh Darussalam
- Bandar Niaga Aceh Darussalam sebagai Bandar niaga.
- Kegiatan perdagangan berkembang dengan pesat.
- Terjadinya hubungan dagang dengan Inggris dan Belanda.
- Kesultanan Aceh Darussalam menguasai berbagai wilayah Sumatera maupun di Semenanjung Melayu.
- Kesultanan Aceh Darussalam memiliki armada yang besar dan didukung oleh kapal-kapal yang tangguh.
- Berkembangnya Aceh Darussalam sebagai pusat pengembangan Islam.
- Berkembangnya di bidang pendidikan.
4. Kesultanan Palembang
- Berkembangnya Palembang sebagai pengembangan syiar Islam.
5. Kesultanan Siak Sri Indrapura
- Terjadinya hubungan diplomatik dengan Turki, Arab, dan Mesir.
- Kesultanan Siak menguasai 12 daerah kekuasaannya.
- Berkembangnya di bidang pendidikan.
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di Jawa
1. Kesultanan Demak
- Menjadi pusat penyebaran dan pengembangan Islam di pulau Jawa
- Perluasan wilayah hingga ke Kalimantan dan Jambi
2. Kesultanan Pajang
- Berhasil menaklukan Gresik, Surabaya, Pasuruan, Tuban, Pati, Pemalang, Madiun, Blitar, Banyumas, Mataram, Demak
- Berhasil mengembangkan seni kesusasteraan Islam
3. Kesultanan Mataram
- Berhasil membuat kalender jawa islam
- Perluasan wilayah hampir di seluruh Jawa
- Timbulnya kebudayaan Kejawen
4. Kesultanan Banten
- Penaklukan pelabuhan sunda kelapa pada tahun 1527
- Pelabuhan Banten menjadi pelabuhan ekspor Internasional
5. Kesultanan Cirebon
- Berhasil menguasai seluruh wilayah di Jawa timur pada masa pemerintahan Sultan Agung
- Penyebaran islam ke ke daerah Jawa Barat lebih meluas[43]
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di Maluku
1. Kesultanan Ternate
- Dibentuknya Jolebe atau Bobato Akhirat. Tugas jolebe adalah membantu Sultan dalam masalah keagamaan.
- Mengembangkan Islam di wilayah sepanjang pantai Sulawesi Timur. Bahkan sampai di Kepulauan Sulu, Filipina
2. Kesultanan Tidore
- Menghapuskan monopoli perdagangan rempah-rempah oleh Portugis (Sultan Amiruddin)
- Wilayah yang dikuasai sampai ke Papua bagian barat, Kepulauan Raja Ampat, Seram bagian timur, Kepulauan Kei, Kepulauan Aru sampai di Kepulauan Pasifik
3. Kesultanan Jailolo
- Beberapa kebijakan yang dibuat Sultan Hasanuddin yang membantu penyebaran islam
- Islam bahkan sampai ke suku pedalaman Alifuru
4. Kesultanan Bacan
- Menaklukan beberapa daerah baru, diantaranya Gane, Saketa,Obi,Foya, dan Mafa.
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di Sulawesi
1. Kesultanan Gowa
- Kerajaan Makassar berhasil membuat Makassar menjadi Negara Maritim di Nusantara bagian Timur.
- Kerajaan Makassar berhasil membuat Makassar menjadi salah satu pusat perdagangan di Nusantara Bagian Timur
- Makassar menjadi pelabuhan transit yang strategis antara wilayah Melayu dan Jawa dengan wilayah Maluku sebagai sumber rempah-rempah[44]
- Memperluah wilayah kerajaan Makassar.
2. Kesultanan Buton
- Meguasai memperluas wilayah Kesultanan Buton
- Menanamkan nilai-nilai Islam dalam masyarakat
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di NTB
1. Kesultanan Bima
- Kemajuan islam dalam pendidikan (buku-buku Ulama Islam)
Kemajuan yang dicapai Kesultanan Islam di Kalimantan
1. Kesultanan Banjar
- Membuat wirid untuk meningkatkan semangat juang
2. Kesultanan Kutai
- Memperluas wilayah Kutai Kartanegara
2.3 Pengaruh Kesultanan Islam terhadap kehidupan masyarakat Indonesia
A. Bidang Politik
Sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu-Buddha. Tetapi, setelah masuknya Islam, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha mengalami keruntuhan dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam, seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka, dan lainnya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar sultan atau sunan seperti halnya para wali. Jika rajanya meninggal, tidak dimakamkan di candi tetapi dimakamkan secara Islam.
B. Bidang Sosial
Pada masa kerajaan Hindu-Budha di masyarakat Indonesia banyak yang menggunakan sistem kasta. Akan tetapi, pada saat Islam muncul dan kebudayaan islam berkembang pesat, sehingga mayoritas umat indonesia memeluk Islam, maka aturan kasta mulai hilang . Begitu pula dengan sistem penanggalan. Sebelum Islam masuk ke Indonesia , Indonesia telah mengenal Kalender Saka, yaitu kalender dari kerajaan umat Hindu yang biasanya terdapat nama-nama hari seperti Legi, Pahing , Kliwon, Pon, Wage. Tetapi, setelah berkembangnya Islam, Sultan agung dari Mataram mengenalkan kalender baru yang mengarah pada bulan, yakni Kalender Hijriyah.[45]
C. Bidang Sastra dan Bahasa
Persebaran bahasa Arab lebih cepat daripada persebaran bahasa Sanskerta karena dalam Islam tak ada pengkastaan. Semua orang dari raja hingga rakyat jelata dapat mempelajari bahasa Arab. Pada mulanya, memang hanya kaum bangsawan yang pandai menulis dan membaca huruf dan bahasa Arab. Namun selanjutnya, rakyat kecil pun mampu membaca huruf Arab. Salasatunya adalah Syair, seperti Syair Abdul Muluk dan Gurindam Dua Belas.
D. Bidang Arsitektur dan Kesenian
Islam telah memperkenalkan tradisi baru dalam teknologi arsitektur seperti masjid dan istana. Ada perbedaan antara masjid-masjid yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Indonesia dan masjid yang ada di Timur Tengah. Masjid di Indonesia tidak memiliki kubah di puncak bangunan. Kubah digantikan dengan atap tumpang atau atap bersusun. Jumlah atap tumpang itu selalu ganjil, tiga tingkat atau lima tingkat serupa dengan arsitektur Hindu. Contohnya, Masjid Demak dan Masjid Banten.
Islam juga memperkenalkan seni kaligrafi. Kaligrafi adalah seni menulis aksara indah yang merupakan kata atau kalimat. Kaligrafi ada yang berwujud gambar binatang atau manusia (hanya bentuk siluetnya). Ada pula yang berbentuk aksara yang diperindah. Teks-teks dari Al-Quran merupakan tema yang sering dituangkan dalam seni kaligrafi ini. Biasanya yang menjadi media adalah nisanmakam, dinding masjid, mihrab, kain tenunan, kayu, dan kertas sebagai pajangan.[46]
2.4 Kesulthanan Islam pada zaman Belanda, dan meleburnya Kesulthanan Islam ke dalam NKRI
Menjelang kedatangan Belanda di Indonesia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan keadaan tersebut bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga dalam proses pengembangan Islam di kerajaan-kerajaan tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk sudah memeluk Islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama Islam baru saja berlangsung. Pada saat Belanda memasuki Indonesia (1596 ) mereka sudah mulai terasa kesulitan menghadapi masyarakat islam mereka menghadapi itu saat sedang berusaha menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Kolonial belanda selalu menghadapi perlawanan gencar dari masyarakat yang menganut agama Islam seperti adanya berbagai macam peperangan yang dilakukan kesultanan-kesultanan islam. Untuk melemahkan kepribadian orang – orang Islam di Indonesia , belanda sengaja mengembangkan pendidikan–pendidikan ala barat yang di anggap dapat lebih membimbing masyarakat ke taraf hidup yang lebih baik , yang dijadikan kedok oleh kolonial Belanda untuk melancarkan politik penjajahannya. Di tiap – tiap lembaga pendidikan disebarkan perbedaan-perbedaan itu yang intinya , orang Belanda itu rasional dan orang –orang Timur itu emosional , dan perbedaan dalam proses pengembangan Islam di kerajaan–kerajaan . Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan[47] Dan kemudian kondisi negeri juga mulai mengalami penurunan disebabkan oleh banyaknya peperangan dan krisis ekonomi. Karena peperangan yang terus-menerus melawan Barat, yang menyebabkan penderitaan yang sangat berat bagi Aceh. Akhirnya, negeri ini jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1322 H/ 1904 M.[48] Sementara itu, Maluku, Banda, Seram, dan Ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran pedagang Barat yang ingin menguasainya dengan politik monopolinya. Ternate dan Tidore dapat terus dan berhasil mengelakkan dominasi total dari Portugis dan Spanyol, namun ia mendapat ancaman dari Belanda yang datang ke sana.[49]
Meleburnya Kesultanan Islam kedalam NKRI.
NKRI yang merupakan sebuah negara yang berdaulat. Pada awalnya bukan berasal dari sebuah kerajaan saja, seperti hanya dari kerajaan Aceh, Majapahit atau Samudra Pasai, atau kerajaan Demak, atau Ternate saja. namun sebaliknya NKRI yang sekarang adalah daerah-daerah persatuan dari berbagai kerajaan sebelumnya. Dan sekarang diberi nama Indonesia oleh pendiri awal bangsa ini.
Pada abad ke-19 dalam sejarahnya , terjadi pertumbuhan kesadaran berbangsa serta gerakan nasionalis di beberapa negara untuk untuk memperjuangkam kemerdekaan bangsanya masing-masing. Disini mulai muncul keinginan untuk membuat suatu negara yang berdaulat, meleburnya pengaruh islam terhadap NKRI saati itu dapat terlihat dari berdirinya MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia)atas restu Jepang, maka diangkatlah M Natsir sebagai ketuanya. Salah satu institusi sosial-politik yang pertama kali muncul dalam awal kemerdekaan adalah terbentuknya Kementrian Agama. Walaupun terjadi suatu kontroversi pada awal pembuatannya namun Kementrian Agama baru berfungsi sebagai kementrian yang utuh , bukan sekedar bagian dari perjuangan bangsa, setelah kedaulatan negara mendapat pengakuan.[50]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Secara garis besar, Kerajaan-kerajaan islam yang ada di Nusantara memiliki latar belakang yang hampir sama. Diantara alasan-alasan latar belakang berdirinya kerajaan islam di Nusantara, antara lain yang paling sering didapati adalah karena adanya pertemuan antara para pedagang muslim dan pribumi. Selain itu peran pernikahan antara pedagang muslim dan putri dari sebuah kerajaan terdahulu juga merupakan faktor yang dapat mengembangkan islam lebih jauh, dan diterima masyarakat. Banyak kemajuan yang telah dicapai semasa Indonesia dibawah kekuasaan kerajaan-kerajaan islam, diantaranya kegiatan perdagangan yang berkembang pesat di Selat Malaka, beriringan pertumbuhan ekonomi kerajaan-kerajaan yang berada disekitarnya. Tak dapat dipungkiri perluasan wilayah dan cikal bakal nama-nama pulau di Indonesia saat ini juga merupakan sumbangan kerajaan-kerajaan islam terdahulu. Pengaruh Kesultanan Islam terhadap kehidupan masyarakat Indonesia mencakup berbagai bidang seperti bidang politik, kesenian, bahasa dan sastra juga bidang sosial. Dan yang terakhir adalah tentang hal-hal dalam islam yang diterapkan dalam tubuh NKRI.
3.2. Saran
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Studi Islam Lanjutan tentang Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia di Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami menyarankan agar pembaca dapat mengkaji lebih teliti dan mendapatkan manfaat dari penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya.2010. Kesultanan Islam Nusantara.Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
Al- Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta. Akbar Media Eka Sarana. 2003.
Azra, Azyumardi. Islam Nusantara: Jaringan global dan lokal. Jakarta. Mizan. 2002
Huda,Noor. Unknown.Perkembangan Institusi Sosial Politik Islam di Indonesia Sampai Awal Abad XX, http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Addin/article/download/619/632. Diakses pada pukul 20.05 tanggal 19 Maret 2016
Unggul, Hery. Unknown. Pengembangan Masjid Agung Demak dan Sekitarnya sebagai Kawasan Wisata Budaya. http://eprints.undip.ac.id/23328/1/pengembangan_masjid_agung_demak_dan_sekitarnya_sebagai_kawasan_wisata_budaya.pdf. Diakses pada pukul 20.45 WIB tanggal 19 Maret 2016
[45]Noor Huda, Perkembangan Institusi Sosial Politik Islam di Indonesia Sampai Awal Abad XX, http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Addin/article/download/619/632. Diakses pada19 Maret 2016 20.05
[46] Hery Unggul, Pengembangan Masjid Agung Demak dan Sekitarnya sebagai Kawasan Wisata Budaya,http://eprints.undip.ac.id/23328/1/pengembangan_masjid_agung_demak_dan_sekitarnya_sebagai_kawasan_wisata_budaya.pdf, diakses pada 19 Maret 2016 20.45
[47] Azyumardi Azra, Islam Nusantara, hlm. 63
[49]Darmawijaya.Kesultanan Islam Nusantar.PustakaAlKautsar. Jakarta. 2010. hlm.122-142
0 komentar:
Posting Komentar