Minggu, 05 Juni 2016

Biografi Sultan Hasanuddin

Sumber : https://www.google.co.id/search?q=sultan+hasanuddin&biw=1366&bih=657&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjK3PPRoJLNAhVLK48KHceVBV4Q_AUIBigB#imgrc=UICFRVh5aATkuM%3A

Beliau lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja, oleh Belanda ia di juluki sebagai Ayam Jantan Dari Timur atau dalam bahasa Belanda disebut de Haav van de Oesten karena keberaniannya melawan penjajah Belanda.. Beliau diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655).


Beliau merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.

Peperangan antara VOC dan Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dimulai pada tahun 1660. Saat itu Belanda dibantu oleh Kerajaan Bone yang merupakan kerajaan taklukan dari Kerajaan Gowa. Pada peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas tetapi Aru Palaka berhasil meloloskan diri dan perang tersebut berakhir dengan perdamaian. Akan tetapi, perjanjian dama tersebut tidak berlangsung lama karena Sultan Hasanuddin yang merasa dirugikan kemudian menyerang dan merompak dua kapal Belanda , yaitu de Walvis dan Leeuwin. Belanda pun marah besar.

Lalu Belanda mengirimkan armada perangnya yang besar yang dipimpin oleh Cornelis Speelman. Aru palaka, penguasa Kerajaan Bone juga ikut menyerang Kerajaan Gowa. Sultan

Hasanuddin akhirnya terdesak dan akhirnya sepakat untuk menandatangani perjanjian paling terkenal yaitu Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Pada tanggal 12 April 1668, Sultan Hasanuddin kembali melakukan serangan terhadap Belanda. Namun karena Belanda sudah kuat maka Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa berhasil dikuasai Belanda.

 Daftar Pustaka :
http://www.biografiku.com/2011/08/biografi-sultan-hasanuddin-ayam-jantan.html

Biografi Raden Fatah



Sumber gambar :   http://daerah.sindonews.com/read/966564/29/raden-fatah-khalifah-untuk-tanah-jawa-1424350627



Raden Patah adalah seorang berdarah campuran China dan Jawa yang lahir di Palembang pada tahun 1455. Ia merupakan pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Raden Patah dikenal dengan banyak nama dan gelar antara lain Jin Bun, Pate Rodim, Tan Eng Hwa, dan Aryo Timur. Kisah hidupnya sangat menarik untuk kita pelajari. Perjuangan, kerja keras, dan sikap toleransinya sangat baik untuk diteladani, oleh karenanya mari kita simak silsilah, biografi, hingga makam dan akhir hayat dari pendiri Masjid Agung Demak ini. Raden Patah, Silsilah, Biografi, dan Perjalanan Hidupnya Asal Usul dan Silsilah Raden Patah Raden Patah merupakan silsilah anak dari Raja Brawijaya dengan selir China bernama Siu Ban Ci. Raja Brawijaya sendiri merupakan raja terakhir dari kerajaan Majapahit yang memerintah sejak tahun 1408 hingga 1501. Hubungan antara Raja Brawijaya dengan selirnya ini membuat Ratu Dwarawati, isteri Brawijaya cemburu. Karena kecemburuannya itu, Raja dipaksa untuk membuang selir itu agar tidak tetap tinggal di istana. Meski tengah hamil besar, Siu Ban Ci terpaksa harus angkat kaki menuju Palembang untuk tinggal di anak Brawijaya yang merupakan bupati Palembang masa itu, yakni Arya Damar. Setelah melahirkan Raden Patah, Siu Ban Ci kemudian menikah dengan anak tirinya sendiri yang tak lain adalah Arya Damar. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang putra bernama Raden Kusen. Biografi dan Perjalanan Hidup Raden Patah Seiring berjalannya waktu, Raden Patah tumbuh dewasa. Di masa itu, ia diminta menggantikan ayah tirinya menjadi bupati Palembang, namun dengan berbagai alasan ia menolaknya. Ia memilih kabur dan pergi kembali ke Tanah Jawa. Kepergiannya itu kemudian disusul oleh adik tirinya setelah beberapa bulan kemudian. Baik Raden Patah dan Raden Kusen, keduanya pergi ke Jawa dan menolak menjadi bupati tidak lain adalah karena ingin memperdalam ilmu agama Islam. Islam kala itu memang tengah mengalami perkembangan pesat di tanah air. Mereka berdua belajar ke Sunan Ampel di Surabaya. Setelah beberapa tahun mengaji, Raden Kusen kemudian kembali ke kerajaan kakeknya, yakni Brawijaya di Majapahit, sedangkan Raden Patah malah menuju Jawa Tengah untuk membuka hutan Glagah Wangi dan menjadikannya sebagai tempat syiar Islam dengan mendirikan pesantren. Raden Patah, Raja Pertama Kerajaan Demak Seiring berjalan sang waktu, Raden Kusen kini telah menetap di kerajaan Majapahit dan telah diangkat sebagai adipati. Bersamaan dengan itu, pesantren yang didirikan Raden Patah pun berkembang dengan pesat dan maju. Mengingat kemajuan pesantren tersebut, Raja Brawijaya yang tak lain adalah ayah dari Raden Patah khawatir jika pesantren tersebut akan digunakan oleh Raden Patah sebagai alat untuk melakukan pemberontakan. Untuk menghindari hal itu, Raja Brawijaya pun menyuruh cucunya, yang tak lain adalah adik tiri dari Raden Patah – Raden Kusen, untuk mengundang Raden Patah. Sesampainya di Istana, Raja Brawijaya sangat-sangat kagum dengan sosok Raden Patah yang sangat sederhana, santun, berwibawa, dan berbudi. Brawijaya pun sangat senang melihat anak dari selirnya itu memiliki kepribadian kuat. Menyadari hal itu, Brawijaya pun mengangkat Raden Patah sebagai bupati Glagah Wangi. Tak berselang lama, Raden Patah pun merubah nama Glagah Wangi menjadi Demak dan menetapkan ibukotanya di Bintara. Di bawah pimpinan Raden Patah, Demak berkembang sangat pesat dan menjadi pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Raden Patah, Silsilah, Biografi, dan Perjalanan Hidupnya Perang antara Kerajaan Majapahit dan Demak Perang antara Demak dan Kerajaan Majapahit dikisahkan di dalam Babad Jawi. Dalam babad tersebut, diketahui bahwa Sunan Ampel pernah berpesan pada Raden Patah untuk tidak memberontak ke kerajaan Majapahit, karena bagaimanapun Raja Brawijaya adalah ayahnya sendiri –meski berbeda agama. Pesan itu bertahan dan digubris oleh Raden Patah selama Sunan Ampel hidup. Namun setelah sunan Ampel wafat, pesan itu terpaksa harus diingkari karena beberapa hal. Secara terpaksa Raden Patah pun memberontak pada kerajaan Majapahit, dan Raja Brawijaya meningal pada pemberontakan itu. Semenjak pemberontakan itu, kerajaan Demak semakin berkembang pesat. Kerajaan tersebut menjadi pusat perkembangan agama islam dipulau Jawa dan menjadi kerajaan islam pertama di Jawa. Beberapa bangunan bukti kemajuan kerajaan demak masih dapat kita jumpai saat ini, contohnya Masjid Agung Demak yang pada 1479 diresmikan oleh Raden Patah Sendiri. Keturunan Raden Patah Menurut naskah babad Jawa, Raden Patah mempunya 3 istri yang antara lain: Putri Sunan Ampel yang kemudian melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana. Kedua anak dari isteri pertama ini secara berurutan kemudian naik takhta. Raden Surya bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Raden Trenggana bergelar Sultan Trenggana. Seorang putri dari Randu Sanga yang kemudian melahirkan Raden Kanduruwan yang pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa dalam menaklukkan Sumenep, Madura. Putri bupati Jipang yang kemudian melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyowo. Wafat dan Makam Raden Patah Raden Patah meninggal pada usia 63 tahun karena sakit yang dideritanya. Ia dimakamkan tidak jauh dari masjid Agung Demak dan hingga saat ini makam raden patah tersebut masih tetap terawat dengan baik dan ramai dikunjungi banyak orang. Demikianlah pemaparan tentang Biografi Raden Patah, asal usul, silsilah, perjalanan hidup selama membangun kerajaan Demak, dan jasanya terhadap perkembangan agama islam di Tanah Jawa. Semoga bisa bermanfaat ya.

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2014/11/raden-patah-silsilah-biografi-makam-demak.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.

Kamis, 02 Juni 2016

Profil Penyusun dan Dosen

PENYUSUN

Nama   : Difa Zhuhra
NIM    : 11151020000008
TTL     : Jakarta, 23 November 1996
E-Mail  : difa.zhuhra1996@gmail.com









Nama   : Rizki Romadhon
NIM    : 11151020000009
TTL     : Jakarta, 22 Januari 1998
E-Mail  : rizkiromadhon2318@gmail.com









Nama   : Salman Al Farisi
NIM     : 11151020000035
TTL      : Tangerang, 1 November 1995
E-Mail  : saf586687@gmail.com









Nama   : Agitya Estetika Nisa
NIM     : 11151020000040
TTL      : Wonosobo, 17 Juli 1997
E-Mail  : agityanis@gmail.com

















DOSEN














Nama   : Drs. Hj. Siti Nadroh, M.Ag
TTL     : 14 Juli 1972
E-Mail : siti.nadroh@yahoo.co.id/sitinadroh@hotmail.com

Minggu, 29 Mei 2016

Ritual Dan Tradisi Islam Jawa

Judul ebook : Ritual Dan Tradisi Islam Jawa

          Buku ini menejelaskan tentang Islam Nusantara di masayarakat suku Jawa yang kaya atau penuh dengan berbagai tradisi. Ritual atau Tradisi tersebut dilakukan atau muncul karena adanya asimilasi budaya saat penyebaran Islam dulu di pulau Jawa. Ada juga yang merupakan bentuk dari penyebaran Islam yang dilakukan oleh Walisongo dulu yaitu dengan mengubah isi dari ritual tersebut yang tadinya bersifat magis menjadi islami.

Kaidah fiqih, Saksi, Bukti, dan Sumpah

Judul ebook : Kaidah fiqih, Saksi, Bukti, dan Sumpah

          Buku ini menjelaskan mengenai permasalahan hukum terutama terkait saksi, bukti, dan sumpah. Seseorang yang menuduh orang lain berbuat sesuatu harus membawa bukti atau saksi, namun jika kurang kuat maka si tertuduh haruslah bersumpah. Bukti atau saksi pun harus memenuhi beberapa syarat yang bisa dilihat pada buku ini.


SUNAN GUNUNG JATI CIREBON

Juduk ebook : SUNAN GUNUNG JATI CIREBON

Buku ini membahas tentang biografi Sunan Gunung Jati atau Syarif hidayatullah yang merupakan salah satu dari Wali songo. Masyarakat Cirebon mempercayai bahwa beliau lah yang mempunyai andil terbesar dalam membangun Kota Cirebon sehingga menjadi salah satu kota terbesar dan terkaya di pulau Jawa. 

Pengaturan Rakyat Tergantung Pada Kemashlahatan

Judul ebook : Pengaturan Rakyat Tergantung Pada Kemashlahatan


          Buku ini membahas tentang politik islam atau pemerintahan Islam sesuai dengan kaidah fiqih. Pemerintahan islam memiliki peranan yang sangat penting karena terlibat langsung dalam pengambilan keputusan yang bisa berdampak luas bagi negerinya. Bahwa pengambilan keputusan harus mementingkan kemashlahatan umum, sesuai syariat islam, dan pro rakyat.

Yang ikut itu Hukumnya sekedar mengikuti

Judul ebook : Yang ikut itu Hukumnya sekedar mengikuti

          Buku ini membahas kaedah fiqih. Maksud dari judulnya sendiri adalah bahwa sesuatu yang berlandaskan akan hal lain maka hukumnya pun sesuai dengan apa yang menjadi landasannya tersebut. Contoh kecilnya adalah jika seseorang menjual susu, namun susu tersebut belum diperah masih berada dalam hewan tsb maka hukumnya haram. Namun jika seseorang menjual sapi dan didalamnya terkandung susu maka halal karena susu yang mengikuti si sapi tersebut.

Kesesatan Ideologi ISIS

Judul ebook : Kesesatan Ideologi ISIS

            Buku ini membahas tentang ISIS yang dianggap sesat. ISIS merupakn pecahan atau bagian dari Al-Qaeda yang bahkan lebih sadis dan ekstrim. Mereka melakukan pembunuhan secara semena-mena dan penyerangan secara brutal bahkan pada sesama muslim. ISIS merupakan kelompok yang menyimpang dari kaidah Islam baik secara doktrin maupun perilaku, oleh karena itu sangat tidak pantas bila mereka menamakan diri sebagai Islam.

Adat Bisa Menjadi Acuan Hukum

Judul ebook : Adat Bisa Menjadi Acuan Hukum


          Buku ini menjelaskan tentang urf’ atau adat atau kebiasaan yang boleh dijadikan sebagai landasan atau acuan hukum. Adat atau urf’ boleh dijadikan landasan hukum akan sesuatu yang tidak diatur oleh agama. Namun tidak semua adat atau urf’ bisa menjadi rujukan, urf’ tersebut harus memenuhi beberapa syarat. Syarat terpenting adalah urf’ tersebut tidak boleh menyelisihi dalil-dalil syar’i. 

MLM Bolehkah ?

Judul ebook : MLM Bolehkah ?

          Buku ini memaparkan beberapa pendapat tentang MLM. Pendapat terkuat adalah bahwa MLM hukumnya adalah haram. Mengapa haram ? menurut buku ini karena tujuan orang mengikuti MLM adalah karena ingin mendapat bonusnya yang mana hal tersebut adalah riba. MLM haram bukan karena produknya melainkan karena sistemnya.

MONUMEN ISLAM DI SULAWESI SELATAN

MONUMEN ISLAM DI SULAWESI SELATAN

Buku yang di terbitkan pada tahun 2013 odan ditulis oleh Dr. Akin Duli, MA. ini menerangkan tentang keragaman peninggalan budaya islam yang ada di Sulawesi Selatan. Pada awalnya, di sana islamisasi memerlukan waktu yang lama untuk dapat diterima oleh masayaraktnya. Namun islamisasi semakin baik ketika adanya para mubaligh yang berasal dari Minangkabau, mereka disebut “Dato Tallu”(3 Dato) yaitu Dato Ri Bandang, Dato Ri Patimang, dan Dato Ri Trio. Di Sulawesi Selatan peninggalan budaya islam tersebar di berbagai pelosok daerah, ini mengindikasikan bahwa penyebaran islam telah terjadi dan dapat melewati batas-batas geografis dengan jalur jaringan yang saling berhubungan.ulama pada zaman itu membuat masjid, mushalla, atau langgar untuk dijadikan tempat penyebarang agama islam. Selainiu indikasi tersebarnya islam disana juga dapat dilihat dari makam-makam yang ada. Dalam buku ini dijelaskan beragam peninggalan-peninggalan atau monument yang berkaitang dengan islam di Sulawei Selatan yang bersifat material, seperti halnya masjid Jami yang berada di Palopo,Masjid Lamuru yang ada di Bone, hingga Masjid Al-Hilal yang ada di Gowa. Selain itu juga diceritakan mengenai istana Balla di Gowa, Makam Latenriruwa di Bantaeng sampai makam La gosi di Wajo. Karakter makam islam yang ada di Sulawesi Selatan pun tak luput dari isi buku ini, sepeti nisan aceh dan pengarushnya di Sulawesi Selatan dan lain hal sebagainya.

Link:

Biografi, Pemikiran, dan karya-karya Syeikh Nuruddin Ar-Raniry

Biografi, Pemikiran, dan karya-karya  Syeikh Nuruddin Ar-Raniry
 
Riwayat Hidup Beliau
Nuruddin Ar-Raniri adalah negarawan, ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan dan sastrawan penting dalam sejarah Melayu pada abad ke-17. Nama aslinya adalah Nuruddin bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid Ar-Raniri. Ia lahir di Ranir (Rander), Gujarat, India, dan mengaku memiliki darah suku Quraisy, suku yang juga menurunkan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya adalah seorang pedagang Arab yang bergiat dalam pendidikan agama (Piah dkk., 2002: 59-60).

Ilmu Yang Dikuasainya
Nuruddin adalah seorang yang berilmu tinggi, yaitu orang yang pengetahuannya tak terbatas dalam satu cabangpengetahuan saja. Pengetahuannya sangat luas, meliputi bidang sejarah, politik, sastra, filsafat, fikih, tasawwuf, perbedaan agama, dan sufism. ia menulis kurang-lebih 29 kitab, yang paling terkenal adalah "Bustanul Salatin". Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama (IAIN) di Banda Aceh.

Guru Beliau
Beliau di katakan telah berguru dengan Sayyid Umar Abu Hafis Abdullah Basyeiban yang yang di India lebih dikenal dengan Sayyid Umar Al-Idrus kerna adalah khalifah Tariqah Al-Idrus Alawi di India. Ar-Raniri juga telah menerima Tariqah Rifaiyyah dan Qadariyah dari gurunya.
Putera Abu Hafs yaitu Sayyid Abdul Rahman Tajudin yang datang dari Balqeum, Karnataka, India pula telah menikah setelah berhijrah ke Jawa dengan Syarifah Khadijah, puteri Sultan Cirebon dari keturunan Sunan Gunung Jati.
Nuruddin mula-mula mempelajari bahasa Melayu di Aceh, lalu memperdalam pengetahuan agama ketika melakukan ibadah haji ke Mekah. Sepulang dari Mekah, ia mendapati bahwa pengaruh Syamsuddin as-Sumatrani sangat besar di Aceh. Karena tidak cocok dengan aliran wujudiyah yang disebarkan oleh Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin pindah ke Semenanjung Melaka dan memperdalam ilmu agama dan bahasa Melayu di sana.

Selama di Semenanjung Malaka
Selama tinggal di semenanjung, Nuruddin menulis beberapa buah kitab. Ia juga membaca Hikayat Seri Rama dan Hikayat Inderaputera, yang kemudian dikritiknya dengan tajam, serta Hikayat Iskandar Zulkarnain. Ia juga membaca Taj as-Salatin karya Bukhari al-Jauhari dan Sulalat as-Salatin yang populer pada masa itu. Kedua karya ini memberi pengaruh yang besar pada karyatamanya sendiri, Bustan as-Salatin (Piah dkk., 2002: 60)

Kembali Ke Aceh
Pada tahun 1637 ia kembali ke Aceh dan tinggal di sana selama tujuh tahun. Saat itu Syeh Syamsuddin as-Sumatrani telah meninggal. Berkat keluasan pengetahuannya, Sultan Iskandar Tani (1636-1641) mempercayainya untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh Syamsuddin. Nuruddin menjabat sebagai Kadi Malik al-Adil, Mufti Besar, dan Syeikh di Masjid Bait al-Rahman.

Pada saat ia berjaya sebagai pejabat kesultanan inilah, dengan dibantu oleh Abdul Rauf as-Singkili, ia melakukan gerakan pemberantasan aliran wujudiyah yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri dan Syamsudin as-Sumatrani. Karya-karya kedua ulama sufi itu dibakar dan para penganut aliran wujudiyah dituduh murtad serta dikejar-kejar karena dituduh bersekongkol untuk membunuh istri Sultan, Ratu Safiatun Johan Berdaulat.

Keadaan berbalik melawan Nuruddin ketika Sultan Iskandar Tani mangkat dan digantikan oleh istrinya, Sultanah Safiatuddin Johan Berdaulat (1641-1675). Polemik antara Nuruddin dan aliran wujudiyah bangkit kembali. Kali ini yang menang adalah seorang tokoh yang namanya sama dengan salah satu karya Hamzah Fansuri, yaitu Saif ar-Rijl, yang berasal dari Minangkabau dan baru kembali ke Aceh dari Surat (Braginsky, 1998: 473). Saif ar-Rijl mendapat dukungan sebagian besar kalangan Aceh, yang merasa tidak senang dengan besarnya pengaruh orang asing di istana Aceh. Untuk menyelesaikan pertikaian itu mereka mencari nasihat sang ratu, tetapi sang ratu menolak dengan dalih tidak berwenang dalam soal ketuhanan.

Sesudah berpolemik selama sekitar satu bulan, Nuruddin terpaksa meninggalkan Aceh dengan begitu tergesa-gesa, sehingga ia tidak sempat menyelesaikan karangannya yang berjudul Jawahir al-‘Ulum fi Kasyfi al-Ma‘lum (Hakikat Ilmu dalam Menyingkap Objek Pengetahuan) (Takeshi Ito, 1978: 489-491; via Braginsky, 1998: 473-474). Nuruddin akhirnya ia kembali ke Ranir. Ia meninggal di kota kelahirannya pada tanggal 21 September 1658 (Piah dkk., 2002: 60).

Karya
Secara keseluruhan, Nuruddin Ar-Raniri menulis sekitar dua puluh sembilan naskah, di antaranya adalah:
Karya-karya Besar Syeikh Nurruddin Ar-Raniry:
1. Kitab Al-Shirath al-Mustaqim (1634)
2. Kitab Durrat al-faraid bi Syarh al-‘Aqaid an Nasafiyah (1635)
3. Kitab Hidayat al-habib fi al Targhib wa’l-Tarhib (1635)
4. Kitab Bustanus al-Shalathin fi dzikr al-Awwalin Wa’l-Akhirin (1638)
5. Kitab Nubdzah fi da’wa al-zhill ma’a shahibihi 6. Kitab Latha’if al-Asrar
7. Kitab Asral an-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman
8. Kitab Tibyan fi ma’rifat al-Adyan
9. Kitab Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah
10. Kitab Hill al-Zhill
11. Kitab Ma’u’l Hayat li Ahl al-Mamat
12. Kitab Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi’l-Ma’lum
13. Kitab Aina’l-‘Alam qabl an Yukhlaq
14. Kitab Syifa’u’l-Qulub
15. Kitab Hujjat al-Shiddiq li daf’I al-Zindiq
16. Kitab Al-Fat-hu’l-Mubin ‘a’l-Mulhiddin
17. Kitab Al-Lama’an fi Takfir Man Qala bi Khalg al-Qur-an
18. Kitab Shawarim al- Shiddiq li Qath’I al-Zindiq
19. Kitab Rahiq al-Muhammadiyyah fi Thariq al-Shufiyyah.
20. Kitab Ba’du Khalg al-samawat wa’l-Ardh
21. Kitab Kaifiyat al-Shalat
22. Kitab Hidayat al-Iman bi Fadhli’l-Manaan
23. Kitab ‘Aqa’id al-Shufiyyat al-Muwahhiddin
24. Kitab ‘Alaqat Allah bi’l-‘Alam
25. Kitab Al-Fat-hu’l-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud
26. Kitab ‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud
27. Kitab Awdhah al-Sabil wa’l-Dalil laisal li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil
28. Kitab Awdhah al-Sabil laisan li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil.
29. Kitab Syadar al-Mazid


(Sumber : http://ashabirrasul.blogspot.com)

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili

 Sumber : coies.blogspot.com
Nama lengkap Abdul Rauf Al-Singkili adalah Amin al-Din Abdul Rauf ibn Ali al-Jawi al-Fansuri As-Singkili. Dia diperkirakan lahir di Singkel, Kabupaten Aceh Selatan pada 1620 M. Ayahnya seorang guru dan mubalig yang bernama Ali berasal dari Persia atau Arabia yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13. Sesuai dengan gelaran al-Fansuri, ibu Abdul Rauf berasal dari Desa Fansur Barus. Sedangkan gelaran al-Singkili karena dia lahir di daerah Singkel, Aceh. Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar agama Islam pada ayahnya sendiri.
Mengenai latar belakang pendidikannya, Abdul Rauf telah mempunyai dasar agama yang cukup kuat. Barulah sekitar tahun 1642 beliau merantau ke tanah Arab. Kepergiannya dikarenakan adanya kontroversi dan pertikaian antara Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani dengan Nurudin ar Raniri dan para pengikutnya. Dengan alasan ini mungkin sekali Abdul Rauf mengetahui semua permasalahan yang mengakibatkan terjadinya pembakaran karya-karya Hamzah Fansuri. Akan tetapi, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kepergiannya ke tanah Arab untuk menunaikan ibadah haji.
Selama di tanah Arab, Abdul Rauf belajar kepada sejumlah guru, ulama, dan tokoh mistik ternama di Jeddah, Makkah, Madinah, Mokha, Bait al Faqih, dan tempat-tempat lain. Sebagai orang yang bisa dikatakan paling berpengaruh pada diri Abdul Rauf adalah Syeikh Shafiuddin Ahmad Al-Dajjani Al Qusyasyi, yakni guru spiritualnya di Madinah. Darinya Abdul Rauf mendapat ijazah dan khirqah untuk menjadi khalifah dalam Thariqat Syaththariyyah dan Qadiriyyah. Abdul Rauf bukanlah sekadar ulama tasawuf, tapi juga ahli ilmu-ilmu lahir seperti tafsir, fiqih, dan hadits. Perpaduan dua bidang ilmu tersebut sangat memengaruhi sikap keilmuan Abdul Rauf, yang sangat menekankan perpaduan antara syariat dengan tasawuf.
Ia diperkirakan kembali ke Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah yang diperolehnya. Murid yang berguru kepadanya banyak dan berasal dari Aceh serta wilayah Nusantara lainnya. Beberapa yang menjadi ulama terkenal ialah Syekh Burhanuddin Ulakan (dari Pariaman, Sumatera Barat) dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan (dari Tasikmalaya, Jawa Barat). Karena pola pemikiran Abdul Rauf menarik hati Sultanah Safiyyatudin yang saat itu memerintah Kesultanan Aceh, Abdul Rauf akhirnya diangkat sebagai Qadi Malik al ‘Addil yang bertanggung jawab atas administrasi masalah-masalah keagamaan. Abdul Rauf wafat pada tahun 1693 dan dimakamkan di dekat Kuala Sungai Aceh. Oleh karena itu, beliau mendapat sebutan Teungku di Kuala. Kini, namanya diabadikan menjadi nama sebuah perguruan tinggi di Aceh, yaitu Universitas Syaikh Kuala.
Karya Abdul Rauf al-Singkili:
 Berikut adalah sebagian karya Abdul Rauf yang dapat kami sajikan dari berbagai sumber:
1.      Turjuman al-Mustafid (terjemah pemberi faedah), merupakan kitab tafsir pertama dalam bahasa melayu, kitab ini ditulis oleh Abdul Rauf sekembalinya dari negeri Arab.
2.      Mir’atuttullab fi tashil ma’rifat al-Ahkam asy-Syariat li al-Malik al-Wahhab, kitab fiqih yang ditulis olehnya atas permintaan Sulthanah Tajul Alam Safiyatuddin Syah. Kitab ini berisi kajian tentang muamalat. Di dalam kitab ini, ada kajian beliau yang membolehkan perempuan sebagai qadhi dan pemimpin.
3.      Al faraidh, risalah tentang hukum kewarisan dalam Islam.
4.      Hidayah al-Balighah, kitab fiqh yang isimya mengenai pembuktian dalam peradilan, kesaksian, dan sumpah.
5.      ’Umdat al Muhtajin ila suluk maslak al-Mufridin, kitab tasawuf yang isinya terdiri atas tujuh bab. Di akhir kitab ini Abdul Rauf menguraikan silsilah tarekat Syattariyah sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
6.      Kifayatul Muhtajin ila masyrah al-Muwahhidin al Qailin bi Wahdat al-Wujud, berisi mengenai ilmu tasawuf.
7.      Daqaiqul Huruf, yang isinya terhadap beberapa bait syair Ibn Arabi.
8.      Bayan Tajalli, kitab ini berisi tentang penjelasan Abdul Rauf tentang zikir yang yang utama dibaca ketika sakaratul maut.
9.      Tambihul Masyi Manshub ila Thariqi al-Qushasi, isinya mencerminkan perjalanan tasawuf Abdul Rauf dengan gurunya Ahmad Qushasi.
10.  Attariqat as-Syattariyah, berisi tentang pokok ajaran Syattariyah.
11.  Mawaizil Badiah, berisi tiga puluh dua hadits beserta syarahnya yang berhubungan dengan tauhid, akhlaq, ibadat dan tasawuf.
12.  Penjelasan tentang Matan al-Arba’in an-Nawawi.
13.  Bayan al-Arkan, pedoman dalam melaksanakan ibadah.
14.  Risalah adab Murid dengan Ulama.
15.  Risalah Mukhtasar fi Bayan Syurut as-Syeh wa al-Murid, yang berisi tentang kewajiban-kewajiban murid terhadap guru mereka terutama dalam metode zikir dalam tarekat Syattariyah.
16.  Syams al-Makrifat, berisi tentang uraian tasawuf dan ilmu ma’rifat yang beliau ambil dari Ahmad Qushasi.
17.  Majmu’ Masail, berisi tasawuf terutama uraian menyangkut kehidupan beragama.
18.  Bayan al-Aghmadal Masail wa Sifat al-Wajibat li Rabb al-Ard wa as-Samawati, isinya tentang al-Akyan as-Sabithah.
19.  Lubb al-Kasy wa al-Bayan lima yarahu al-Muqtadar bi al-Iyan, isinya tentang sakaratul maut.
20.  Sullam al-Mustafidhin, penjelasan tentang nazam-nazam yang dikarang oleh gurunya al Qushasi.
21.  Pernyataan tentang zikir yang paling utama pada saat sakaratul maut, yaitu la ilaa ha illa Allah.
Pemikiran Abdul Rauf al-Singkili:            
Aliran Tasawuf yang dikembangkan oleh Syeh Abdul Rauf sepulangnya dari negeri Arab dalam perkembangannya di Indonesia menghadapi dua kutub aliran tasawuf yang berbeda sebagai warisan ulama terdahulu Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, dan Nuruddin ar-Raniri, dalam kondisi demikian tarekat Syattariah menjadi ”penyejuk” bagi perbedaan yang tajam antara dua aliran wahdatul wujud dan syuhuduyah tersebut. Pendekatan yang dilakukan oleh Abdul Rauf adalah mendamaikan antara paham-paham yang bertentangan, hal itu sejalan dengan kecenderungan jaringan ulama abad ke-17 M yang berupaya saling mendekatkan antara ulama yang berorientasi pada syariat dengan para sufi yang berorientasi pada makrifat. Diskursus rekonsiliasi antara tasawuf dan syariat.
Dari ini ajaran tasawufnya mirip dengan Syamsuddin al-Sumatrani dan Nuruddin al-Raniri, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni Allah. Sedangkan alam ciptaan-Nya bukanlah merupakan Wujud hakiki, tetapi bayangan dari yang hakiki. Menurutnya jelaslah bahwa Allah berbeda dengan alam.
Abdul Rauf menpunyai pemikiran tentang zikir. Zikir, dalam pandangan Abdul Rauf, merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa. Dengan zikir inilah hati selalu mengingat Allah. Tujuan zikir ialah mencapai fana’ (tidak ada wujud selain wujud Allah), berarti wujud hati yang berzikir dekat dengan wujud-Nya.
Ajaran tasawuf Abdul Rauf yang lain adalah bertalian dengan martabat perwujudan. Menurutnya, ada tiga martabat perwujudan: pertama martabat ahadiyyah atau la ta’ayyun, yang mana alam pada waktu itu masih merupakan hakikat ghaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau ta’ayyun awwal, yang mana sudah tercipta haqiqat Muhammadiyyah yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat wahdiyyah atau ta’ayyun tsani, yang disebut juga dengan a’ayyan al-tsabitah dan dari sinilah alam tercipta. Menurutnya, tingkatan itulah yang dimaksud Ibn’ Arabi dalam sya’ir-sya’nya.
Rekonsiliasi syariah dan tasawuf yang dikembangkan oleh Abdul Rauf dapat diamati dari tiga pilar corak pemikirannya dalam bidang tasawuf, ketiga pokok pemikiran tersebut adalah ketuhanan dan hubungan dengan alam, insan kamil, dan jalan menuju Tuhan (tariqat).
a)      Ketuhanan dan hubungannya dengan alam, Syeh Abdurrauf menganut paham satu-satunya yang wujud hakiki adalah Allah, Alam ciptaannya adalah wujud bayangan-Nya yakni bayangan dari wujud hakiki. b)      Insan kamil adalah sosok manusia ideal. Abdul Rauf memahami insan kamil sebagai kombinasi dari paham al-Ghazali, al-Hallaj dan paham martabat tujuh yang telah ditulis oleh Syeh Abdullah al-Burhanpuri dalam kitab Tuhfah almursalah ila ruhin nabi. c)      Thariqat (jalan kepada Allah), kecendrungan rekonsiliasi yang dilakukan oleh Syeh Abdurrauf sangat kentara sekali ketika ia menjelaskan tauhid dan zikir sejalan dengan kepatuhan total pada syariat.
Abdul Rauf berpendapat bahwa dzikir penting bagi orang yang menempuh jalan tasawuf, di mana dasar dari tasawuf adalah dzikir yang berfungsi mendisiplinkan kerohanian Islam. Dalam berdzikir ada dua metode yang diajarkannya, yaitu dzikir keras dan dzikir pelan. Dzikir keras seperti pengucapan "La ilaha illa Allah" sebagai penegasan akan keesaan Sang Pencipta.

Dzikir menurut dia bukanlah membayangkan kehadiran gambar Tuhan melainkan melatih untuk memusatkan diri. Di samping itu, Abdul Rauf berpandangan bahwa tauhid menjadi pusat dari ajaran tasawuf. Pandangan-pandangan dasar Abdul Rauf tentang tasawuf ini tertera dalam kitab Tanbih Al-Masyi. La ilaha illa Allah menurut dia, memiliki empat tingkatan tauhid: penegasan, pengesahan ketuhanan Allah, mengesahkan sifat Allah dan mengesahkan dzat Tuhan.

Sumber :
http://satugoresanpena.blogspot.co.id/2015/06/biografi-karya-dan-pemikiran-abdul-rauf.html diakses pada tanggal 30 mei 2016